DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Dr HM Amir Uskara: Idul Fitri dalam Perspektif Ekonomi dan Keadilan Sosial

image
Amir Uskara bicara tentang Idul Fitri.

Oleh: Dr. H.M. Amir Uskara, Wakil Ketua Komisi XI DPR RI/Ekonom

ORBITINDONESIA.COM - Ekonomi awalnya suci. Sesuai dengan fitrah manusia. Seperti orang hidup butuh makan dan pakaian. Lalu orang bekerja untuk mendapatkannya.

Sesudah kebutuhan itu tercapai, cukup. Kalau hasilnya berlebihan, sisanya diberikan kepada orang lain yang membutuhkan.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Ketika Nabi Muhammad hijrah dari Makah ke Madinah, Nabi minta para sahabatnya untuk saling mengasihi sebagaimana layaknya keluarga. Sahabat Anshar di Madina menjadikan sahabat Muhajirin dari Makkah seperti keluarga sendiri.

Baca Juga: Mengusung Ganjar Pranowo untuk Capres, PDIP Tidak Salah Membaca Spirit Zaman

Jika sahabat Anshar punya dua baju, satu baju diberikan ke "saudara"nya itu. Demikian juga uang dan makanan. Nabi Muhammad mengibaratkan orang Anshor dan Muhajirin seperti tubuh. Jika bagian tubuh tertentu sakit, seperti luka atau bisulen di kaki, maka seluruh tubuh akan merasakan perihnya

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Konsep tubuh yang menggambarkan kekeluargaan sahabat Anshar dan Muhajirin itu, kemudian berkembang ketika Nabi Muhammad membangun -- pinjam Dr. Abdul Aziz -- Chiefdom Madinah. Chiefdom adalah embrio sistem negara modern yang mengusung demokrasi dan hak asasi.

Di Chiefdom Madinah, makna umat diperluas; bukan hanya untuk umat Islam. Tapi untuk seluruh penduduk Madinah. Yang beragama Islam, Kristen, Yahudi, Majusi, bahkan penganut agama lokal yang jumlah banyak sekali.

Di masa inilah, Nabi membangun umat melalui pendidikan politik, ekonomi, hukum dan hak asasi manusia. Tentu semuanya atas kesepakatan umat.

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Baca Juga: Ganjar Pranowo Diusung jadi Capres dari PDIP di Hari Kartini Bikin Srikandi Ini Bahagia

Lalu Muhammad men-drivenya sesuai wahyu Allah. Semua pasal dan ayat tentang pembangunan umat tersebut tercatat dalam Piagam Madinah.

Muhammad sendiri adalah pribadi yang ramah dan berpikir kosmopolit. Muhammad tidak melihat manusia berdasarkan agamanya. Tapi berdasarkan akhlaknya.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Ini terjadi karena Islam yang dibawa Muhammad adalah untuk memperbaiki akhlak manusia. Yaitu akhlak yang berbasis pada ketaatan dan keikhlasan untuk menyembah hanya kepada Allah Yang Maha Pengasih Penyayang. Itulah Islam hakiki.

Itulah prinsip dasar Islam. Seperti disebutkan Qur'an, prinsip dasar Islam adalah Muhammad diutus Allah untuk memperbaiki akhlak manusia. Diksi "memperbaiki akhlak manusia" dalam Qur'an itu perlu ditulis dengan huruf tebal.

Baca Juga: Gereja Katedral di Jakarta Beri Lahan Parkir hingga Tiadakan Misa Pagi, Hormati Umat Islam Salat Idul Fitri

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Sebabnya, semua jenis arogansi, intoleransi, merasa paling benar, dan mengaku memegang kunci sorga berasal dari pengingkaran terhadap diksi prinsip Kerasulan Muhammad tersebut.

Di samping itu, Allah menyatakan sengaja menciptakan berbagai macam agama. Kalau mau, Allah bisa menciptakan satu agama saja. Tapi hal itu tak dilakukanNYA.

Secara obyektif, jika Tuhan menciptakan hanya satu agama, tak ada pembanding untuk melihat mana komunitas agama yang paling baik akhlaknya.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Muhammad berhasil membangun Chiefdom Madinah dengan prinsip akhlak, keadilan, kesejahteraan, dan persamaan hak asasi tadi. Jadi, jangan heran kalau di antara tentara Chiefdom Madinah yang ikut memerangi "musuh Islam" adalah orang Yahudi.

Baca Juga: Kader Banteng Kota Solo Mendadak Berambut Putih: Ganjar Pranowo Menang Total

Yang disebut musuh Islam di sini adalah kabilah-kabilah yang tidak mau diajak damai, arogan, intoleran, memusuhi Islam, dan destruktif. Jika perangai kelompok ini dibiarkan, maka merusak bangunan umat yang sedang ditegakkan Chiefdom.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Sejarah Islam mencatat, seorang pemimpin Yahudi dari Kabila Qainuqa, Mukhairiq, ikut berperang membela Rasul. Bahkan ia sengaja menjadi tameng Muhammad dari sabetan pedang musuh. Mukhairiq, karena luka parah akhirnya meninggal.

Sebelum wafat, ia berpesan kepada Nabi, agar hartanya dipakai untuk kepentingan Chiefdom. Karena harta Mukhairiq sangat banyak, Muhammad memutuskan membangun Baitul Mal di masjid Nabawi. Dari sinilah Baitul Mal pertama umat Islam berdiri. Modalnya dari umat Yahudi tadi.

Kelak Baitul Mal ini menjadi "Center of Welfare Economics" umat Islam. Baitul Mal menampung sadaqah, infak, zakat, hibah, dan lain-lain, kemudian harta yang terkumpul dipakai untuk kesejahteraan ekonomi umat.

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Baca Juga: Carlos Yordan Hasian Johanes dari Sekolah Pahoa Terpadu: Kurangnya Pendampingan Memicu Kenakalan Remaja

Pada tahap inilah, ujar Guru Gembul di podcastnya, Muhammad memperkenalkan Islam secara elegan. Menyejahterakan orang miskin, menghormati semua manusia, dan mendistribusikan ekonomi secara adil. Dari situlah Islam didakwakan. Umat pun suka cita mengikutinya.

Ekonomi profetik -- pinjam istilah EF Schumacher penulis buku monumental Small is Beautiful -- sebetulnya sederhana. Ekonomi adalah distribusi harta dan upaya-upaya mendapatkannya dengan konsep sederhana.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Ekonomi berhasil ketika kehidupan manusia tercukupi secara nutrisi, secara alami, dan secara manusiawi. Itulah prinsip ekonomi Fitri.

Sayangnya, seiring perkembangan teknologi dan ambisi manusia, ekonomi Fitri porak poranda. Politik dan kekuasaan yang ambisius merontokkan semua bangunan kemanusiaan yang diinisiasi Nabi.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Resmi Capres PDIP, Para Pembenci Ganjar Tidak Tinggal Diam

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Kalimat Tauhid sebagai deklarasi kesatuan dan persatuan umat -- kata Buya Syakur Yasin di kanal tivi Wamimma -- kini telah didegradasi menjadi sekelumit kata "dua syahadatain" yang eksklusif, nyaris tanpa perspektif (Ketuhanan dan Kerasulan Muhammad untuk memperbaiki akhlak manusia).

Dampaknya, manusia tak hanya serakah terhadap harta dan kuasa. Tapi juga serakah terhadap agama dan ibadah.

Salah satu contoh paling ril di tengah umat Islam Indonesia, muslim yang kaya menunaikan ibadah haji dan umrah berkali-kali dengan biaya mahal. Padahal di sekitar rumahnya masih banyak orang miskin yang membutuhkan pertolongan ekonomi.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Idul Fitri, kalau kita renungkan, mengingatkan kita pada kondisi ekonomi yang harus diperbaiki paradigma dan konsepnya.

Baca Juga: Jelang Laga Arsenal vs Southampton, Mikel Arteta Yakin Pekan 32 Jadi Momen Kebangkitan The Gunners

Konsep ekonomi bukan melulu pasar bebas, bukan melulu menimbun kekayaan, bukan melulu eksploitasi buruh murah, bukan melulu mengekstrak kulit bumi untuk diambil batu bara, minyak, dan logamnya.

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Bukan itu semua. Ekonomi adalah pendistribusian kekayaan alam secara adil, manusiawi, dengan basis kesederhanaan.

Guru Mahatma Gandhi menyatakan, bumi Tuhan mampu memberi kesejahteraan semua penghuninya. Tapi tidak mampu untuk memenuhi keserakahannya.

Puasa Ramadhan sebulan penuh merupakan kilas balik mengenang "conditio sine quanon" untuk membangun Ekonomi Fitri yang terlupakan. Dan Idul Fitri adalah hari pertama bagi umat Islam untuk kembali melaksanakan ekonomi Fitri yang kini terpinggirkan itu.

Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus

Baca Juga: Profil Lengkap Ema Sumarna, Sosok Wali Kota Bandung Terbaru Setelah Yana Mulyana Terciduk KPK

Kata Muhammad dan Isa, jika engkau punya dua baju, berikan satu baju pada orang yang membutuhkan! Itulah akhlak orang beriman. Itulah Ekonomi Fitri. Sederhana. Tapi tidak mudah melaksanakannya.

Polusi di hati umat telah membutakan pandangannya terhadap ekonomi ajaran Nabi ini. Dampaknya, alih-alih Idul Fitri menjadi hari yang memamerkan kesederhanaan dan keikhlasan darma, yang terjadi sebaliknya: memamerkan kemewahan. ***

Berita Terkait