DECEMBER 9, 2022
Internasional

Jika Donald Trump Menang Pilpres AS pada 2024, Apa yang Akan Terjadi Pada Dunia?

image
Mantan presiden Amerika Serikat, Donald Trump (tengah), mengepalkan tangannya sesaat sebelum berangkat dari Trump Tower untuk menghadiri sidang dakwaan terhadap dirinya di Pengadilan Pidana Manhattan di New York, AS pada Selasa (4/4/2023). (ANTARA/Xinhua)

ORBITINDONESIA.COM - Pemilihan presiden Amerika Serikat akan berlangsung pada 2024 ini. Donald Trump, mantan Presiden AS sebelum Joe Biden, akan maju lagi ke gelanggang pilpres.

Muncul pertanyaan serius: Apa perubahan spontan dan sistemik yang bakal terjadi, bila Donald Trump terpilih kembali menjadi Presiden AS pada Pemilu Presiden 2024 ini?

Peluang Donald Trump untuk kembali diangkat sebagai Presiden tidak bisa dianggap remeh. Ini berdasarkan sejumlah survei kredibel, seperti jajak pendapat dari ABC News/Ipsos yang diterbitkan pada 14 Januari 2024.

Baca Juga: Menlu Antony Blinken Tuduh China Mencoba Pengaruhi dan Campur Tangan Pada Pemilu AS Mendatang

Saat ini, Pilpres AS 2024 memang masih dalam tahap pendahuluan, di mana masing-masing partai politik sedang memilih calon mereka.

Dari Partai Republik di mana Trump berada, terdapat tiga calon yang dianggap kuat. Selain Trump, ada pula nama mantan Dubes AS untuk PBB Nikki Haley, serta Gubernur Florida Ron DeSantis.

Dalam survei ABC News/Ipsos kepada sebanyak responden 2.228 warga negara AS pada 4-8 Januari 2024, menemukan sejumlah faktor keunggulan Trump, antara lain dalam hal elektabilitas.

Baca Juga: Syukuri Hasil Pemilu dan Pilpres, Airlangga Hartarto dan Petinggi Partai Golkar Ini Tunaikan Umrah

Ditemukan bahwa sebanyak 68 persen anggota Partai Republik dan independen yang berhaluan Partai Republik mengatakan, Trump adalah kandidat dengan peluang terbaik untuk terpilih pada November, saat Pilpres AS 2024 digelar.

Sementara, peluang tersebut untuk Haley hanya 12 persen, sedangkan DeSantis memperoleh 11 persen, dan sisa calon lain dari Republik hanya satu digit.

Selain itu, 54 persen responden mengatakan bahwa Trump adalah kandidat yang paling memenuhi syarat untuk menjabat sebagai presiden.

Baca Juga: Prabowo Subianto: Kita Bersyukur Telah Menjalankan Pilpres Secara Demokratis Sesuai Undang-undang

Kurang dari setengahnya, yaitu 46 persen mengatakan bahwa ia paling memahami permasalahan orang-orang seperti mereka, dan sebanyak 45 persen memilih Trump sebagai kandidat yang paling mewakili nilai-nilai pribadi dari para responden.

Dengan adanya kans besar Trump akan mewakili Partai Republik dalam Pilpres 2024 kali ini, bagaimana kesempatannya dalam melawan Joe Biden, yang kemungkinan besar akan menjadi capres dari Partai Demokrat?

Dalam jajak pendapat ABC News/Ipsos, tingkat dukungan terhadap Biden hanya 33 persen, lebih buruk dari tingkat dukungan terendah terhadap Trump sebagai presiden yang sebesar 36 persen.

Baca Juga: Guru Besar Unibraw, Andy Fefta Wijaya: Putusan Mahkamah Konstitusi Dalam PHPU Pilpres Terbaik untuk Bangsa

Sementara dalam beberapa rangkuman survei terbaru yang tercantum dalam ensiklopedia dunia maya Wikipedia, agregasi poling yang dilakukan RealClearPolitics menyatakan, bila dihadapkan langsung Trump versus Biden, maka Trump unggul dengan 45,5 persen melawan Biden yang mendapat 44,9 persen, sedangkan yang belum memutuskan 9,6 persen.

Sementara itu, laman Race to the WH menunjukkan, Trump memperoleh 44,8 persen melawan Biden yang mendapat 43,6 persen, sedangkan yang belum memutuskan 11,6 persen. Begitu pula dengan lembaga Decision Desk HQ/The Hill, menunjukkan keunggulan Trump (44,1 persen) melawan Biden (43,2 persen).

Dengan demikian, ada probabilitas bahwa Trump dapat menang dalam Pilpres AS 2024 untuk menjadi Presiden ke-47 negara adidaya tersebut.

Baca Juga: Pakar Hukum Abdul Chair Ramadhan: Putusan Mahkamah Konstitusi Terkait Sengketa Pilpres Bersifat Final dan Mengikat

Balas dendam

Menariknya, Donald Trump sendiri pada Desember 2023 pernah mengunggah hasil jajak pendapat di media sosial Truth Social. Ia mengangkat sebuah kata, yang paling diasosiasikan para pemilihnya dengan kemungkinan dia memenangi masa jabatan keduanya, yakni kata "balas dendam".

Menyajikan kata "balas dendam" di tengah-tengah unggahan dengan huruf kapital berwarna merah terang memang pilihan yang menarik bagi Trump.

Baca Juga: Presiden Israel Isaaq Herzog Anggap Serangan Rudal dan Pesawat Nirawak Iran sebagai Pernyataan Perang

Kata "balas dendam" itu merupakan kata paling populer dalam jajak pendapat media DailyMail.com terkait dengan pertanyaan apa kata-kata yang paling dikaitkan responden, seandainya Trump yang berusia 77 tahun itu memenangi Pilpres 2024.

Hal tersebut karena Trump sendiri dalam sejumlah kesempatan menyatakan bertekad untuk menyelidiki, memenjarakan, dan membalas dendam kepada lawan-lawan politiknya seandainya menang pada 2024.

Trump sendiri saat ini tengah menghadapi serangkaian dakwaan hukum, yang menurut Trump merupakan proyek "balas dendam" dari Biden dan Departemen Kehakiman AS.

Baca Juga: Presiden Joe Biden: AS tidak akan Terlibat Menyerang Iran

Dalam postingan Truth Social pada 25 Desember, Trump menyerang orang-orang yang secara politik tidak sejalan dengannya, yang dia sebut sebagai "preman".

Trump sendiri, dalam sebuah acara diskusi yang disiarkan televisi di Iowa pada medio Desember, menyangkal bahwa dia akan menjadi "diktator" jika memenangi pemilu "selain hari pertama".

Trump mengatakan "hari pertama" yang dimaksud adalah bahwa dia akan menggunakan kekuasaan kepresidenannya untuk menutup perbatasan sebelah selatan dengan Meksiko dan memperluas pengeboran minyak.

Baca Juga: The New York Times: Obama Sangat Cemas Joe Biden Akan Kalah dari Donald Trump dalam Pilpres AS, November 2024

Dengan memperluas rencana pengeboran minyak, maka hal itu juga dapat diartikan sebagai tindakan yang berlawanan untuk secara gigih mengatasi dampak perubahan iklim yang semakin tahun semakin dapat terlihat efeknya secara global.

Tidak heran bila Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau dalam wawancara dengan Canada Broadcasting Corp yang disiarkan pada 22 Januari, menyatakan bahwa bila Trump menang, maka hal itu akan membahayakan upaya global dalam mengatasi perubahan iklim.

Trump sendiri juga pernah menyatakan tidak akan meneruskan komitmen AS untuk mengucurkan 3 miliar dolar AS (sekitar Rp46,67 triliun) untuk dana global yang dimaksudkan untuk membantu negara-negara berkembang mengurangi emisi.

Baca Juga: Perbandingan Quick Count Lembaga Survei: LSI Denny JA Paling Akurat di Pilpres 2024

Selain itu, Trump juga telah menjadikan serangan terhadap investasi pemerintahan Biden dalam sektor energi terbarukan sebagai salah satu dari bagian inti dalam pesan kampanyenya.

Efek ekonomi

Bagaimana dengan dampak terhadap perekonomian global bila Trump terpilih? Menurut media Bloomberg, Trump diperkirakan akan menguatkan agenda "America First". 

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: 89,8 Persen Pemilih Setuju Keputusan KPU Hasil Pilpres 2024

Kemungkinan, antara lain dengan menaikkan tarif, yang diperkirakan akan membawa gelombang gangguan baru pada rantai pasokan global.

Rencana tarif tersebut kemungkinan akan membuat sejumlah negara terpaksa berunding mendapat konsesi, seperti saat Trump dulu menjadi presiden pada masa jabatan pertamanya. Kemungkinan negara tertentu yang akan mendapatkan dampak paling besar terkait tarif adalah China.

Apalagi, hal ini juga didukung oleh anggota Kongres AS. Mereka secara lintas partai pada Desember juga telah merekomendasikan adanya kenaikan tarif dari sejumlah barang yang berasal dari China, serta langkah untuk membatasi investasi di negara tersebut.

Baca Juga: Hasil Survei dan Quick Count LSI Denny JA di Pilpres 2024 Hanya Berselisih 0,5 Persen Dibanding Hasil KPU

Dalam hal pajak, Trump diperkirakan akan menetapkan pemotongan pajak perseorangan, yang dinilai akan menguntungkan rumah tangga dari golongan kelas atas, pemilik usaha kecil, serta mereka yang berkecimpung dalam industri real estat.

Terkait kebijakan fiskal AS, Trump telah menyatakan akan mengendalikan pengeluaran pemerintah AS, seperti dalam pos bantuan luar negeri, subsidi iklim, imigrasi dan sejumlah hal lain yang dapat disebut bersifat isolasionisme.

Bila kebijakan dengan nada isolasionisme itu diterapkan, maka ada kemungkinan pengurangan bantuan dari AS dalam sejumlah konflik di luar negeri, seperti bantuan untuk Ukraina dalam perang mereka melawan Rusia.

Baca Juga: Presiden Iran Ebrahim Raeisi Serukan Langkah Praktis untuk Hentikan Kejahatan Israel Terhadap Palestina di Gaza

Berdasarkan analisis dari media fairobserver.com, Trump kemungkinan akan semakin meningkatkan eskalasi dalam sejumlah konflik, seperti dalam perjanjian nuklir Iran.

Apalagi, perlu diingat dalam masa kepresidenan pertamanya, Trump pernah mengancam sejumlah negara, seperti Korea Utara, Venezuela hingga Suriah yang merupakan sekutu Rusia.

Namun, hal yang paling "menarik" untuk dilihat adalah bagaimana dampak dari kemenangan Trump kepada kondisi demokrasi Amerika Serikat itu sendiri, yang selama ini kerap memainkan peran sebagai "polisi dunia".

Baca Juga: PM Malaysia Anwar Ibrahim Ucapkan Selamat kepada Prabowo Atas Keberhasilan Dalam Pilpres 2024

Dalam wawancara Senator AS dari jalur independen, Bernie Sanders, dengan media Guardian yang ditayangkan pada 13 Januari 2024, bila Trump terpilih kembali, maka hal itu akan menjadi akhir bagi "demokrasi yang fungsional" di Amerika Serikat.

Hal itu dinilai tentu tidak akan terjadi seketika, tetapi kemungkinan akan terjadi sedikit demi sedikit, yang tentu saja diwarnai dengan adanya misi pribadi untuk melakukan pembalasan dendam terhadap berbagai lawan politik serta dakwaan hukum yang tengah dihadapinya.

Masalahnya, perubahan kebijakan Amerika Serikat yang merupakan negara adidaya, siapa pun yang terpilih sebagai presiden, juga memiliki dampak yang signifikan kepada beragam kondisi di planet ini. Sehingga dunia mau tidak mau harus betul-betul mempersiapkan diri bila Trump menang di Pilpres 2024. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait