DECEMBER 9, 2022
Kolom

Denny JA: Mesin Politik PSI Kurang Kuat Memanfaatkan Efek Jokowi di Pemilu 2024, Hasilnya pun Tak Signifikan

image
(OrbitIndonesia/kiriman Denny JA)

ORBITINDONESIA.COM - Kita harus membedakan efek Jokowi pada calon presiden (Capres) dan pada partai. Mengapa?

Pada Capres, efek Jokowi ini akhirnya hanya dimonopoli oleh Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka.

Penambahan suara Prabowo-Gibran sebagian adalah migrasi dan eksodus pemilih Jokowi dari Ganjar Pranowo menyusul blunder fatal kubu Ganjar sendiri.

Baca Juga: Di Tengah Harga Cabai Mahal, Iriana Jokowi Pimpin Gerakan Tanam Cabai Serentak se-Indonesia di Bogor

Jokowi's effect ini berbeda di partai dalam Pemilu legislatif. Untuka partai yang berkompetisi ada Gerindra, Golkar, PAN, dan PSI. Semua partai ini memainkan efek Jokowi.

Golkar misalnya membuat iklan yang besar dan massif tentang asosiasi Golkar-Jokowi dan Jokowi-Golkar. Iklan ini diulang-ulang menjelang hari pemilihan 14 Februari 2024. Hasilnya, efek Jokowi kepada Golkar naiknya sangat terasa.

Hal yang sama juga dengan PAN. Partai ini juga mengasosiasikan diri kuat sekali dengan Jokowi. Bahkan ketika bagi-bagi bantuan sosial (bansos) pun, dinyatakan: "Ini Bansos dari Jokowi, ya? Jangan lupa.”

Baca Juga: Bertemu Bos Microsoft Satya Nadella di Istana, Presiden Jokowi Dukung Investasi di Indonesia

PSI sendiri suaranya juga naik  jika dibandingkan Pemilu 2019. Tapi naiknya dukungan kepada PSI tidak signifikan ke angka melampaui ambang batas parlemen 4 persen.

Mengapa PSI tak memperoleh manfaat yang jauh lebih besar dari Jokowi?

Bukankah Ketua Umum PSI juga putra Jokowi?

Baca Juga: SAH, Undang-Undang Daerah Khusus Jakarta Diteken Presiden Jokowi

Ketika semua berebut efek Jokowi, penentunya kemudian adalah efektivitas mesin politik partai. 

Ketika banyak partai mengasosiasikan diri dengan Jokowi, mesin Golkar dan mesin PAN jauh lebih kuat, jauh lebih besar, jauh lebih berpengalaman, dan jauh lebih lihai dibanding mesin PSI.

Akibatnya, PSI memperoleh porsi efek kecil saja dari Jokowi itu. Golkar dan PAN jauh lebih besar meraihnya. Untuk di partai, Golkar yang paling memperoleh buah termanis dari efek Jokowi.

Baca Juga: Melantik Dua Deputi Baru, Moeldoko Tekankan Pentingnya Jaga Warisan Kepemimpinan Presiden Jokowi

Sebutkan The TOP 3 pemenang Pemilu 2024?

Ini jawabannya, tegas dan tanpa keraguan. Pemenang pertama adalah Prabowo dan Gibran. Pasangan terpilih telak sekali, menang satu putaran saja.

Pemenang kedua adalah Jokowi. Itu karena legacy Jokowi diteruskan oleh pasangan Capres dan Cawapres pilihannya, yang menang Pilpres 2024.

Baca Juga: Presiden Jokowi Kirim Mobil Listrik untuk Praktik Pelajar di SMK Terdampak Gempa di Mamuju, Sulawesi Barat

Pemenang ketiga adalah Partai Golkar!

Memang dukungan kepada PDIP lebih tinggi dibandingkan Golkar pada Pileg 2024. Tapi dukungan kepada PDIP jika dibandingkan dengan Pileg 2019, justru menurun.

Sebaliknya, walau di Pemilu 2024 Golkar masih di bawah PDIP, tapi dibanding Pemilu 2019, naiknya dukungan kepada Golkar paling tinggi dibanding semua partai lainnya.

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Menolak Dalil AMIN Tentang Presiden Jokowi Cawe-cawe di Pilpres 2024

Bahkan naiknya dukungan kepada Golkar lebih tinggi dibanding naiknya Gerindra. Ini sebuah kenyataan yang juga tak biasa.

Mengapa Partai Gerindra tak banyak memperoleh efek dari Prabowo?

Bukankah Prabowo itu sangat berjaya, dan Gerindra adalah partainya Prabowo sendiri?

Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Menilai Dalil Soal Jokowi Dukung Pencalonan Gibran Tidak Cukup Kuat

Jawabannya: manuver calon anggota legislatif (Caleg) di tingkat nasional.

Seminggu terakhir sebelum hari pencoblosan 14 Februari 2024, permainan Caleg Golkar itu jauh lebih yahud, lebih canggih, lebih efektif. Itu karena mereka lebih berpengalaman.

Akibatnya efek Jokowi ini jauh lebih banyak diperoleh oleh Golkar melampaui efek Prabowo yang diperoleh oleh Gerindra.

Baca Juga: Presiden Jokowi Makan Bakso Bersama Para Menteri dan Sapa Warga Gorontalo Saat Kunjungi Mal

Mengapa sebuah partai politik dipilih oleh warga?

Apa motif warga memilih partai itu? Ada dua penyebab.

Pertama adalah identitas partai dalam kaitannya dengan pengalaman pribadi warga. Baik Golkar, Gerindra, PDIP sudah memiliki komunitas militannya sendiri.

Baca Juga: LSI: Kepuasan Publik kepada Presiden Jokowi Mencapai 76 Persen

Hadir Party's ID (party identification). Sejak lama warga itu memilih partai yang sama.

Tapi temuan survei LSI Denny JA, 30 persen dukungan kepada partai itu disumbangkan oleh para Caleg-nya. Warga memilih partai bukan hanya karena daya tarik partai.

Sebagian juga itu karena hadirnya Caleg yang kuat pesonanya, kuat geraknya, kuat manuver dan mobilisasinya.

Baca Juga: Tim Cook: Apple Pertimbangkan Pembangunan Pabrik Produksi Gawai di Indonesia

Sering terjadi dalam survei, untuk pertanyaan partai mana yang dipilih? Acapkali Gerindra melampaui Golkar. Tapi hasil akhirnya Golkar justru melampaui Gerindra.

Mengapa? Ini karena peran Caleg. Umumnya Caleg Golkar ini ternyata lebih lihai, lebih berpengalaman, dan memiliki jam terbang lebih tinggi untuk merebut dukungan pemilih.

Jika waktu itu Kaesang dipilih sebagai Ketua Umum PSI lebih awal, mungkin lebih banyak Caleg yang datang ke PSI yang lebih memiliki jam terbang. Sehingga para Caleg ini akan jauh lebih menyumbangkan suara kepada PSI.

Baca Juga: Pengamat Igor Dirgantara: Para Elite Politik Perlu Segera Rekonsiliasi Nasional Usai Pemilu 2024

Sekarang sumbangan suara PSI datang dari Kaesang karena bekerjanya efek Jokowi. Tapi itu tak maksimal. Para Caleg PSI dikalahkan oleh Caleg Golkar dalam memainkan efek Jokowi. ***

Berita Terkait