DECEMBER 9, 2022
Ekonomi Bisnis

Dadan Kusdiana: Dukungan Nyata Negara Maju Dibutuhkan untuk Percepat Transisi Energi Menuju Nol Emisi Pada 2060

image
Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana saat ditemui di sela rangkaian Pra-Sidang Umum Badan Energi Internasional (Irena) Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), Selasa, 16 April 2024 malam. (ANTARA/Indra Arief Pribadi)

ORBITINDONESIA.COM - Pemerintah Indonesia menyatakan, dukungan nyata dari negara maju baik dalam teknologi maupun pendanaan dibutuhkan, untuk mempercepat transisi energi menuju nol emisi pada 2060 atau lebih awal. Hal itu diungkapkan Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana.

Dadan Kusdiana bicara kepada ANTARA di sela rangkaian Pra-Sidang Umum Badan Energi Internasional (Irena) Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, Selasa malam, 16 April 2024.

Dadan Kusdiana mengatakan, Indonesia terus mendorong kerja sama yang saling menguntungkan dengan negara-negara maju.

Baca Juga: Diskusi Satupena, Eko Sulistyo: Pemilu Global 2024 Bisa Pengaruhi Transisi Energi Fosil di Banyak Negara

Sebagai negara berkembang yang berkomitmen dan berprogres dalam peningkatan kapasitas transisi energi, Indonesia mengharapkan negara maju yang sudah memiliki teknologi mutakhir dapat bekerja sama untuk mengembangkan proyek transisi energi itu di Indonesia.

“Memanfaatkan yang sudah benar-benar terbukti, baik secara teknologi maupun secara perekonomian,” ujar Dadan.

Dukungan nyata dari negara maju itu juga yang menjadi salah satu agenda yang akan disuarakan Indonesia dalam Sidang Majelis Umum Irena 16-18 April 2024.

Baca Juga: Pengamat Energi Prof Iwa Garniwa: Indonesia Sebaiknya Bangun Pabrik Baterai Berbahan Nikel Dalam Negeri

Dadan menekankan Indonesia sebenarnya sudah memiliki kemampuan untuk mengembangkan energinya sendiri sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan ekonomi domestik.

Namun tak dapat dipungkiri, untuk percepatan transisi energi, kerja sama teknologi dan pendanaan dari negara maju dibutuhkan.

Indonesia sebelumnya sudah merintis kerja sama Just Energy Transitions Partnership (JETP) dengan negara-negara maju yang tergabung dalam International Partners Group (IPG), dipimpin oleh Amerika Serikat dan Jepang dan beranggotakan Denmark, Inggris, Italia, Jerman, Kanada, Norwegia, Prancis dan Uni Eropa dengan total nilai mencapai 21,6 miliar dolar AS.

Baca Juga: Apa yang Dimaksud Energi Baru Terbarukan? Simak Penjelasan Lengkap, Ciri, dan Jenisnya di Sini

“Teknologi dan pendanaan. Ini yang kita harapkan negara maju mengambil porsi di situ. Tentunya nanti win-win,” kata Dadan.

Saat ini proses kerja sama pengembangan energi ramah lingkungan antara Indonesia dan sejumlah negara maju sedang digodok, antara lain, untuk pengembangan energi hidrogen dan industri baterai kendaraan listrik.

“Pengembangan hidrogen kan ini menjadi isu global. Selain juga bagaimana mendorong untuk pengembangan industri baterai. Memang baterai ada dari Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan, China. Jadi kita punya banyak opsi. Kan kita terbuka terhadap semua investasi. Kita terbuka, memanfaatkan apa yang kita punya dari sisi sumber daya,” kata Dadan.

Baca Juga: Andi Nur Alam Syah: Kementan Susun Konsep Papua Masa Depan sebagai Pulau Energi Terbarukan

Sementara itu, Direktur Jenderal Irena Francesco La Camera dalam paparan awalnya di Abu Dhabi, Selasa, mengatakan, infrastruktur dan teknologi menjadi hal yang dibutuhkan negara berkembang untuk mempercepat transisi energi.

Infrastruktur menjadi hal penting untuk pengembangan transisi energi, termasuk energi terbarukan. Maka peran infrastruktur adalah krusial.

“Tanpa infrastruktur, mereka tidak dapat mengembangkan potensi yang dimiliki,” ujar Camera.

Baca Juga: PLN dan USTDA Amerika Serikat Teken MoU untuk Dukung Konektivitas Energi Indonesia dan Malaysia

Camera menyoroti kesenjangan kapasitas energi terbarukan antara negara maju dan negara berkembang. Isu kesenjangan distribusi energi terbarukan itu juga akan menjadi pembahasan dalam Sidang Majelis Umum ke-14 Irena.

Sidang Majelis Umum ke-14 Irena, Rabu, 17 April 2024 akan menghadirkan panelis, antara lain, Menteri Energi Azerbaijan Parviz Shahbazov, di mana Azerbajian akan menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi Iklim Conference of the Parties (COP) 29 pada November 2024.

Kemudian panelis lainnya, antara lain Wakil Menteri Energi & Perminyakan UEA Sharif Al Olama, Komisioner Energi Uni Eropa Kadri Simson, dan para pelaku industri serta pemimpin usaha seperti CEO Acciona, Jose Manuel Entrecanales, CEO Masdar, Mohamed Jameel Al Ramhi dan lainnya.

Perwakilan Indonesia dalam rangkaian Sidang Umum ke-14 Irena, dipimpin oleh Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana. Dadan juga dijadwalkan menyampaikan pernyataan dalam sesi negara-negara anggota.

Baca Juga: BUMN Rusia Rosatom Siap Berbagi Pengalaman dengan Indonesia untuk Kembangkan Energi Nuklir

Sidang Umum Irena ditujukan untuk mengamplifikasi hasil KTT Iklim atau COP28 di Dubai, Uni Emirat Arab, November 2023 yang disebut-sebut bersejarah dan menandai awal dari berakhirnya era bahan bakar fosil (the beginning of the end of the fossil fuel era).

Sidang Majelis Umum ke-14 Irena mengusung tema “Hasil COP28: Infrastruktur, Kebijakan, dan Kemampuan untuk Meningkatkan Energi Terbarukan Tiga Kali Lipat dan Mempercepat Transisi Energi”. ***

Sumber: Antara

Berita Terkait