DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kekuasaan Polri Harus Dikontrol Dengan Sistem Kontrol Yang Konstitusional

image
Buku terkait Polri yang harus dikontrol

ORBITINDONESIA - Berkali-kali. Berpuluh kali. Bahkan beratus kali, buku bagus datang dan menantang. Kali ini dari guru Prijanto, seorang jendral dan mantan wagub DKI Jakarta (2007-2012). Saat bercanda dan bernarasi tentang TNI-Polri dan isu-isu mutakhir, buku ini bergerak masuk meja baca untuk dikomentari.

Menurutnya, ada yang keliru dari perkembangan sistem pertahanan dan keamanan nasional kita. Terutama dalam dua hal: Polri di bawah presiden dan ketiadaan badan keamanan nasional yang paling bertanggungjawab memenangkan perang (apapun bentuknya) jika terjadi.

Yang pertama makin jauh dari protap, yang kedua juga karena diganjal oleh yang pertama. Bayangkan. Aslinya bertugas dalam ketertiban nasional, kini struktur Polri di bawah presiden menjadi sangat besar dan kuat melampaui TNI.

Baca Juga: Pilkada Jakarta: PDI Perjuangan Buka Penjaringan Bakal Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Mulai Rabu

Baca Juga: Jadwal Liga Inggris: Liverpool vs Newcastle, Pertarungan Tim Medioker, Susunan Pemain, Link Streaming

Mereka punya unit Brigade Mobil (Brimob), unit Dalmas, unit Sabhara, unit Reserse, unit Intelkam, unit Bareskrim yang di dalamnya semua jenis kejahatan masuk.

Semua tersebar dari Ibu Kota Negara, Propinsi, Kabupaten, Kota, Kecamatan dan Desa lewat Babinsa Kamtibmas.

Baca Juga: Setelah Ditangkap dan Digebuki Warga, Polres Metro Jakarta Selatan Amankan Pencuri Sepeda Motor di Tebet

Polisi yang sangat komplit dan kewenangan yang sangat luas sampai masuk dalam setiap relung  kehidupan rakyat.

Tentu, kekuasaan ini jika tidak dikontrol dengan sistem kontrol yang konstitusional maka penyalahgunaan wewenang dan jabatan sangat mungkin terjadi.

Baca Juga: Sopir Truk Penyebab Kecelakaan Maut di Bekasi Sudah DItahan Polisi Namun Belum Diperiksa

Baca Juga: Piala Asia Putri U17: Korea Utara Menang Telak Melawan Korea Selatan

 

Banyak bukti, akibat godaan jabatan membuat institusi polisi yang indipenden bersedia untuk menjadi alat kekuasaan dan melakukan tindakan polisional yang represif kepada siapapun yang dianggap tidak sejalan dengan penguasa.

Mereka membela penguasa, membela yang bayar dan membela tuan sambil mengalahkan hukum

Baca Juga: KAS Eupen, Klub Tempat Shyane Pattynama Bermain di Liga Belgia Terdegradasi  

Berulang terjadinya abuse of power by institution ini sudah sering terlihat, apalagi polisi menurut UU Kepolisian masih ada sistem komando.

Sistem di mana komandan memegang penuh kendali perintah dan operasi. Dan, para komandan ini dipilih eksekutif/pemerintah.

Baca Juga: Jadwal Liga Inggris: Aston Villa Siap Rusak Rekor Sempurna Arsenal, Prediksi, Susunan Pemain, Link Streaming

Baca Juga: THE Asia University: Universitas Indonesia adalah Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia

Memang, hari demi hari lembaga kepolisian kita mengalami empat hal genting. Pertama. Distrust (kehilangan kepercayaan dari semua warganegara).

Kedua. Disorientasi (kebingungan internal karena beragam faksionalisasi).

Ketiga. Disjob (kehilangan jabatan strategis tetapi mendapat jabatan di lain tempat).

Baca Juga: THE Asia University: Universitas Indonesia adalah Perguruan Tinggi Terbaik di Indonesia

Terakhir, Dismiss (dituntut dibubarkan atau direformasi sesuai tupoksi yang waras dan demokratis).

Baca Juga: KTT G20 di Bali Menandai Transisi Indonesia dari Kendaraan BBM Menuju Kendaraan Listrik

Begitu hebatnya Polri, sampai mereka menolak lahirnya UU Kamnas dan lembaga seperti Dewan Keamanan Nasional. Sebab, jika itu terjadi, struktur Polri dan tupoksinya menjadi mengecil dan waras. Tidak seperti hari-hari ini.

Baca Juga: Palyoff Olimpiade 2024: Indonesia Sudah Tiba di Paris

Nah, dalam konteks yang lebih waras, strategis, berdaulat dan martabatif, buku ini hadir untuk memastilan kembali pentingnya UU Kamnas dan lahirnya lembaga Dewan Keamanan Nasional.

Penggunaan istilah keamanan nasional karena merujuk pada perlindungan nation (bangsa).

Dalam perspektif hubungan internasional, bangsa mendirikan negara untuk melindungi dirinya, sehingga keamanan nasional yang dimaksud adalah sistem untuk melindungi bangsa dan negara oleh dirinya yang dibentuk oleh bangsa itu sendiri dari ancaman yang datang dari luar atau dari dalam negara, baik militer maupun non militer.

Baca Juga: Hamid Awaludin: Hamas Minta Mantan Wapres RI Jusuf Kalla Memediasi Upaya Akhiri Konflik di Palestina

Baca Juga: Jelang Hari Polisi Wanita, Kapolri Naikkan Pangkat Dua Polwan Jadi Irjen dan Brigjen

Jadi, secara filosofis, yuridis dan sosiologis kedua hal tersebut (UU Kamnad dan DKN) penting bahkan sangat penting. Tanpa itu, yang kita alami adalah kemarau keamanan dan banjir kerawanan. Inilah potret kita 20 tahun terakhir dalam bernegara dan berbangsa.

Buku ini ditulis oleh trio Harjo Susmoro, Opsla dan Siagian. Mereka merupakan para peneliti tangguh dalam tema Kamnas. Buku yang diterbitkan oleh Unhan-RI Press, tahun 2022, setebal 125 hlm+vi, berukuran 15cm x 21cm dan bernomor ISBN: 978-623-5885-18-6.

Baca Juga: KAMPUZ, Komite Aliansi Mahasiswa Anti Amerika dan Israel Ajak Semua Civitas Academica Dukung Palestina

Rekomendasi buku yang sangat baik dan didukung oleh banyak pemikiran sudah kita sampaikan ke presiden dkk.

Tetapi, lambatnya penyelesaian dalam hal genting ini menjadi bukti bahwa kualitas kepemimpinan (baik kolektif maupun individual), memang sangat buruk. Mungkin terburuk dari sejarah pemerintahan yang telah ada.

Baca Juga: Sebabkan Kecelakaan Maut di Bekasi, Polisi Sebut Sopir Truk Human Error

Baca Juga: PBB Kecam Pelanggaran Kebebasan Pers oleh Israel Terkait Penutupan Kantor Lokal Al Jazeera di Yerusalem

Risikonya, saat ini bagi kita rakyat kebanyakan adalah menikmati negara swasta dan pemerintah. Semoga elite kita segera sadar dan bertobat, lalu bersegera menjadi agen Pancasila yang gagah dan menyejarah.

Kini dan selanjutnya, kedaulatan, keamanan, kesentosaan dan hukum negara yang adil harus menjadi tonggak tertinggi dalam alam keIndonesiaan. Tanpa itu, jangan harap nama kita layak jadi teladan dan masuk sorga di akherat kelak.

(Penulis resensi: Dr. M. Yudhie Haryono) ***

Berita Terkait