Peran Penulis di Era AI: Manifesto Pena di Tengah Ledakan Algoritma

Oleh Akaha Taufan Aminudin

ORBITINDONESIA.COM - Di tengah derasnya arus kecerdasan buatan (AI) yang kini mampu menulis puisi, menyunting berita, bahkan mencipta novel dalam hitungan detik, muncul pertanyaan yang menggugah: masihkah penulis manusia dibutuhkan? Pertanyaan ini menjadi inti percakapan dalam buku antologi Peran Penulis di Era AI, terbitan Cerah Budaya International, LLC, Wyoming, Amerika Serikat, tahun 2025.

Buku ini digagas oleh Denny JA, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA, dan disunting oleh Satrio Arismunandar, seorang jurnalis senior yang juga dikenal aktif mengawal isu etika media dan literasi digital.

Dengan 78 penulis yang terlibat dari berbagai daerah dan latar belakang profesi, buku ini hadir sebagai forum gagasan kolektif—sebuah cermin tentang bagaimana dunia kepenulisan Indonesia menanggapi kehadiran AI dengan kritis, reflektif, sekaligus penuh harapan.

Ketika Pena Bersanding dengan Mesin

Dalam kata pengantarnya, Satrio Arismunandar menulis bahwa AI telah mengguncang dunia kepenulisan: bukan hanya soal efisiensi menulis, tetapi juga menyentuh wilayah yang lebih dalam—soal makna, orisinalitas, dan nilai kemanusiaan.

Namun, sebagaimana ditegaskan Denny JA dalam esai pembuka berjudul “Artificial Intelligence Tak Membunuh Penulis, Tapi Mengubahnya”, AI tidak harus dilihat sebagai musuh, melainkan sebagai katalis yang mendorong penulis untuk berevolusi.

Gagasan itulah yang memicu diskusi panjang dan akhirnya melahirkan antologi ini. Dari 116 pendaftar, sebanyak 78 esai lolos kurasi dan diterbitkan. Para penulisnya berasal dari beragam kalangan: sastrawan, akademisi, wartawan, hingga pegiat literasi daerah. Hasilnya adalah mosaik pemikiran yang kaya—merekam berbagai respon penulis terhadap transformasi digital yang sedang terjadi.

Mosaik Suara dan Ragam Pandangan

Membaca daftar isi buku ini seperti menelusuri lanskap intelektual yang luas. Judul-judulnya mewakili cara pandang yang sangat beragam terhadap kecerdasan buatan.

Ada yang optimistis dan kolaboratif, seperti “AI Teman Cerdas Manusia untuk Lebih Sukses” (I Nengah Suardhana), “Berteman dengan Kecerdasan Buatan” (Muslih Marju), serta “Artificial Intelligence Bukan Saingan, Melainkan Pelecut” (Rusmin Sopian). Mereka percaya, kolaborasi manusia dan mesin dapat memperluas kreativitas, bukan menggantikannya.

Namun, ada pula yang kritis dan reflektif, seperti “AI dan Mengeringnya Tinta Penulis” (Heri Wardoyo), “Ketika Dunia Mempersenjatai Pikiran” (Irsyad Mohammad), hingga “Takkala Mesin Menulis, Manusia Diam” (Yani Andoko). Dalam pandangan mereka, ancaman terbesar AI bukan pada teknologi itu sendiri, melainkan pada hilangnya keaslian jiwa manusia di tengah kenyamanan otomatisasi.

Sementara itu, beberapa esai mengambil jalur filosofis dan spiritual. “Transformasi Jiwa Berkobar” (Akaha Taufan Aminudin) melihat AI sebagai cermin batin manusia—alat untuk menyadari keterbatasan dan keagungan daya cipta. Sedangkan “AI dan Konsep Asthagina dalam Perspektif Budaya Jawa” (Wawan Susetya) mengaitkan teknologi dengan kebijaksanaan lokal Nusantara.

Dari sinilah terasa bahwa buku ini bukan sekadar kumpulan tulisan, melainkan arena dialog budaya. Setiap penulis membawa keresahan dan imajinasi masing-masing, namun semuanya bersatu dalam kesadaran yang sama: AI boleh canggih, tetapi makna tetap lahir dari hati manusia.

Antara Rasa dan Algoritma

Menariknya, beberapa esai menyoroti sisi praktis dunia tulis-menulis di era AI. Ada yang membahas bagaimana mesin dapat membantu riset dan penyuntingan, namun juga mengingatkan risiko plagiarisme, bias data, hingga pelanggaran hak cipta.

Satrio Arismunandar, dalam tulisannya “Penggunaan AI di Media Massa dan Masalah Etika Jurnalistik”, menegaskan pentingnya prinsip tanggung jawab manusia di balik setiap karya berbasis algoritma.

Kritik semacam ini menegaskan bahwa kemajuan teknologi tidak otomatis membawa kemajuan moral. Di sinilah peran penulis menjadi semakin penting: menjadi penjaga nurani di tengah derasnya inovasi.

Denny JA dan Spirit Humanistik

Sebagai penggagas, Denny JA meletakkan fondasi filosofis buku ini dengan sangat jelas. Ia menolak pandangan apokaliptik bahwa AI akan “membunuh kreativitas.”

Bagi Denny, sejarah menunjukkan bahwa setiap inovasi besar—dari mesin cetak, radio, hingga internet—selalu menimbulkan kecemasan, tetapi akhirnya justru memperluas ruang ekspresi manusia.

Begitu pula dengan AI. Selama penulis memahami jati dirinya sebagai pencipta makna, bukan sekadar pengguna alat, maka teknologi justru menjadi sekutu.

Pesan Denny JA ini menjadi semacam benang merah moral yang mengikat seluruh esai dalam antologi ini.

Nilai Editorial dan Daya Kolektif

Sebagai penyunting, Satrio Arismunandar berhasil menjaga keseimbangan antara keragaman gaya dan kesatuan tema.

Buku ini tidak kaku seperti jurnal akademik, tetapi juga tidak dangkal seperti laporan populer. Ia bergerak luwes—menggabungkan analisis, refleksi, dan narasi personal dalam satu ruang yang hidup.

Proses kurasi yang melibatkan puluhan penulis dengan latar berbeda juga memperlihatkan wajah Indonesia literer yang inklusif. Di era ketika media sosial sering menggerus kesabaran berpikir, antologi ini justru menjadi ruang kontemplasi kolektif.

Refleksi Akhir: Manifesto Pena di Era Mesin

Pada akhirnya, Peran Penulis di Era AI bukanlah buku tentang ketakutan, melainkan tentang transisi kesadaran.

Buku ini mengajak kita menyadari bahwa mesin memang bisa meniru gaya bahasa manusia, tetapi tidak bisa menggantikan rasa, empati, dan kejujuran jiwa.

Penulis sejati tidak akan mati, karena esensi menulis bukan sekadar menyusun kata, melainkan menyusun makna dari keberadaan.

Dan selama manusia masih mencari makna, selama itu pula pena akan tetap hidup — bahkan di tengah badai algoritma.

Catatan Akhir

Peran Penulis di Era AI adalah bacaan penting bagi siapa pun yang ingin memahami hubungan antara sastra, teknologi, dan kemanusiaan.

Ia bisa dibaca sebagai manifesto literasi baru Indonesia: bahwa di tengah kecanggihan mesin, tugas penulis adalah menjaga kemanusiaan tetap menyala.

Data Buku:

Judul: Peran Penulis di Era AI

Pengantar: Denny JA

Editor: Satrio Arismunandar

Penerbit: Cerah Budaya International, LLC (Wyoming, USA, 2025)

Jumlah Penulis: 78

ISBN: 978-1-966391-56-2 ***