Resensi Buku Metodologi Sejarah (2003): Kuntowijoyo dan Ilmu yang Menyatukan Fakta, Makna, dan Nilai
ORBITINDONESIA.COM- Di antara deretan karya klasik Kuntowijoyo, Metodologi Sejarah (Penerbit Tiara Wacana, Yogyakarta, 1994; edisi revisi 2003) merupakan salah satu buku paling penting dan sistematis.
Jika Pengantar Ilmu Sejarah (1995) mengajarkan apa itu sejarah secara filosofis, maka Metodologi Sejarah mengajarkan bagaimana sejarah harus diteliti dan ditulis secara ilmiah.
Buku ini menunjukkan kematangan intelektual Kuntowijoyo sebagai sejarawan yang tak hanya berpikir tentang masa lalu, tetapi juga tentang cara manusia memahami masa lalu itu dengan tanggung jawab ilmiah dan etis.
Karya ini juga menandai upaya Kuntowijoyo untuk mengubah wajah penulisan sejarah di Indonesia — dari narasi heroik dan deskriptif menuju penelitian ilmiah yang terukur, terstruktur, dan berbasis teori sosial. Di sinilah, Kuntowijoyo menegaskan sejarah bukan hanya kisah, tetapi juga ilmu yang memiliki metodologi sendiri.
Isi dan Tujuan Buku: Menyatukan Filsafat dan Teknik Penelitian
Buku ini terdiri dari beberapa bagian besar yang membahas mulai dari pengertian metodologi sejarah, hakikat penelitian sejarah, teknik pengumpulan sumber, kritik sumber, interpretasi, hingga historiografi.
Kuntowijoyo dengan sabar menjelaskan proses penelitian sejarah sebagai kerja ilmiah yang kompleks dan bertingkat — mulai dari tahap heuristik (pencarian sumber) hingga tahap penulisan (historiografi).
Namun, keunggulan utama buku ini bukan hanya pada teknisnya, melainkan pada cara Kuntowijoyo menyatukan aspek filosofis dan metodologis sejarah. Ia tidak ingin sejarah hanya menjadi prosedur akademik yang kering. Baginya, metodologi bukan sekadar “cara”, tetapi juga cara berpikir.
Sejarah harus dimulai dari kesadaran epistemologis — bagaimana sejarawan memandang waktu, fakta, dan manusia. Maka, sebelum membahas teknik penelitian, Kuntowijoyo lebih dulu mengajak pembaca memahami logika berpikir ilmiah dan humanistik sejarah.
Ia menulis bahwa penelitian sejarah pada hakikatnya adalah “usaha untuk menemukan makna dari perubahan dalam waktu.” Artinya, sejarawan tidak hanya mencari data, tetapi berupaya menjelaskan proses sebab-akibat dan menemukan nilai-nilai di baliknya.
Langkah-Langkah Penelitian Sejarah: Dari Sumber ke Struktur Makna
Bagian tengah buku ini membahas tahapan klasik penelitian sejarah:
-
Heuristik – tahap mencari dan mengumpulkan sumber. Di sini, Kuntowijoyo menekankan pentingnya ketelitian dan skeptisisme ilmiah. Tidak semua dokumen adalah fakta; setiap sumber harus dipahami dalam konteks sosial-politiknya.
-
Kritik sumber – tahap analisis keaslian (kritik eksternal) dan kredibilitas isi (kritik internal). Sejarawan dituntut untuk membedakan fakta dari tafsir, berita dari opini.
-
Interpretasi – tahap di mana sejarawan memberi makna pada data yang telah diverifikasi. Di sinilah subjektivitas ilmiah bekerja: bukan meniadakan perasaan, tetapi menundukkannya pada rasionalitas dan logika historis.
-
Historiografi – tahap terakhir yaitu penulisan. Menurut Kuntowijoyo, penulisan sejarah bukan sekadar menyusun kronologi, melainkan menata argumen ilmiah. Ia menyebut historiografi sebagai “prosa tentang waktu” — di mana bahasa ilmiah bertemu dengan seni menarasikan fakta.
Dalam setiap tahap, Kuntowijoyo mengingatkan agar sejarawan tidak terjebak dalam objektivitas semu. Ia menulis, “Objektivitas bukan berarti menghapus subjek, melainkan mengendalikan diri agar tidak memanipulasi fakta.”
Dari Naratif ke Struktural: Menuju Sejarah Ilmiah
Salah satu gagasan paling revolusioner dalam buku ini adalah pergeseran dari sejarah naratif (deskriptif) menuju sejarah struktural (analitis). Kuntowijoyo menilai bahwa sebagian besar karya sejarah Indonesia hanya berupa cerita tentang raja, perang, atau pahlawan — tanpa menjelaskan struktur sosial, ekonomi, atau politik yang mendasarinya.
Maka ia menyerukan perlunya pendekatan baru yang ia sebut “sejarah sosial struktural.” Pendekatan ini menggunakan teori-teori ilmu sosial — seperti sosiologi, ekonomi, dan antropologi — untuk menjelaskan dinamika masyarakat.
Menurutnya, tanpa teori, sejarawan hanya menjadi pengumpul cerita; dengan teori, ia menjadi penjelas realitas.
Pendekatan struktural ini membuat sejarah menjadi lebih ilmiah dan relevan. Misalnya, alih-alih hanya menulis kisah tentang kolonialisme, sejarawan ditantang untuk menganalisis struktur kekuasaan kolonial, relasi ekonomi, dan transformasi budaya yang menyertainya.
Kuntowijoyo menegaskan: “Tujuan akhir sejarah adalah menjelaskan, bukan hanya menceritakan.” Kalimat ini menjadi semacam kredo metodologis yang hingga kini menjadi pegangan banyak mahasiswa dan peneliti sejarah Indonesia.
Kuntowijoyo: Di Persimpangan Ilmu, Etika, dan Iman
Sebagai seorang intelektual Muslim dan humanis, Kuntowijoyo memandang sejarah tidak netral secara moral. Ia percaya bahwa pengetahuan sejarah memiliki tanggung jawab etis.
Karena itu, buku ini tidak hanya bicara metode ilmiah, tetapi juga etika peneliti. Ia mengingatkan agar sejarawan tidak menggunakan sejarah untuk kepentingan politik atau ideologi sempit, melainkan untuk membangun kesadaran bangsa.
Latar belakang spiritual dan intelektual Kuntowijoyo membuatnya berbeda dari sejarawan positivistik. Ia melihat sejarah sebagai medan perjuangan moral: di satu sisi menuntut kejujuran ilmiah, di sisi lain menumbuhkan empati terhadap penderitaan manusia.
Karena itu, Metodologi Sejarah bukan sekadar buku panduan penelitian, tetapi juga panduan sikap ilmiah dan kemanusiaan seorang sejarawan.
Nilai dan Relevansi Buku
Karya ini menjadi rujukan utama di hampir semua fakultas sejarah di Indonesia karena bahasanya yang sistematis namun reflektif. Buku ini tidak hanya cocok untuk mahasiswa sejarah, tetapi juga bagi siapa pun yang meneliti ilmu sosial dan kemanusiaan.
Di tengah maraknya studi kuantitatif dan data besar, Metodologi Sejarah mengingatkan bahwa ilmu pengetahuan tanpa kesadaran waktu dan nilai akan kehilangan jiwa.
Relevansi buku ini juga terasa di era digital: ketika informasi berlimpah, kemampuan menyeleksi, mengkritisi, dan menafsirkan data menjadi semakin penting.
Prinsip-prinsip dasar yang diajarkan Kuntowijoyo — ketelitian, integritas, dan refleksi — menjadi semakin berharga di tengah derasnya arus data yang tak terkendali.
Penutup: Sejarah sebagai Jalan Ilmiah Menuju Kemanusiaan
Metodologi Sejarah karya Kuntowijoyo adalah lebih dari sekadar buku panduan penelitian; ia adalah pernyataan intelektual tentang bagaimana manusia harus memahami waktu secara bertanggung jawab.
Dengan gaya penulisan yang lugas namun sarat makna, Kuntowijoyo berhasil memadukan ketegasan ilmiah dengan kedalaman filosofis.
Melalui buku ini, ia seakan ingin mengatakan bahwa menjadi sejarawan bukan sekadar mengumpulkan fakta masa lalu, melainkan juga menulis masa depan dengan kesadaran.
Ia menjadikan sejarah bukan hanya milik arsip dan dokumen, tetapi milik hati nurani yang berusaha mencari makna dalam perubahan.
Buku ini adalah warisan penting bagi setiap pencinta ilmu, karena mengajarkan bahwa kebenaran ilmiah tanpa kebijaksanaan akan kering, dan kebijaksanaan tanpa metode akan sesat.
Dengan Metodologi Sejarah (2003), Kuntowijoyo meneguhkan posisinya sebagai salah satu pemikir besar Indonesia yang berhasil menjembatani antara ilmu, etika, dan iman dalam satu kesatuan wacana yang jernih dan memanusiakan.***