DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Kisah Nyai Dasima Dalam Konteks Politik Masa Sekarang

image
Nyai Dasima

ORBITINDONESIA.COM - Kisah Nyai Dasima, kalau kita simak ceritanya di zaman sekarang, memang tidak epik sama sekali. Saat kita lagi butuh kisah-kisah inspiratif untuk menggugah nasionalisme, patriotisme dan ketebalan iman beragama.

Tapi dari kisah Nyai Dasima ini, kita jadi mengenal seluk beluk geografis kota Jakarta sekarang ini. Dan satu lagi yang paling penting, mengenal karakter-karakter yang terlibat dalam kisah, sehingga penting buat pembelajaran bagi kita saat ini.

Nyai Dasima berasal dari desa Kuripan. Di mana itu? Kuripan tak jauh dari daerah Sawangan, Parung. Sawangan dulunya sebuah desa baru yang semula merupakan hutan yang terbakar.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: Teuku Iqbal Johard Sebut Aksi Penembakan Bahar bin Smith Sebagai Drama Bocil yang Punya Masalah Psikologis

Oh jadi begitu. Dinamakan Sawangan itu gata-gara hutan yang terbakar. Desa jadi rusak, dan tanahnya tidak cukup subur buat bercocok tanam.

Dasima pergi ke Curup, Tangerang, bekerja pada orang Prancis. Bonnet namanya. Dia bukan tuan tanah, tapi pemungut sewa tanah. Gaya hidup orang-orang bule model Bonnet ini sering foya-foya di Societet, Harmoni. Nah, Dasima kerja pada Bonnet sebagai pembantu rumah tangga.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Suatu ketika, datanglah seorang pemungut pajak lainnya, namanya Willem, kali ini adalah orang Inggris. Dia jatuh hati sama Dasima, dan bermaksud menjadikan dirinya sebagai isteri.

Maka setelah itu diboyonglah Dasima ke Pejambon, yang dekat stasiun Gambir sekarang. Dan jalan Pejambon sekarang merupakan alamat dari Kementerian Luar Negeri kita.

Baca Juga: Begini Kronologi Lengkap Penembakan Bahar bin Smith: Mengaku Ada Luka di Perut, Publik Menanti Hasil Visum

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Waktu sudah jadi isteri Willem, Dasima sering main ke daerah Kwitang, yang kita tahu berlokasi dekat dengan Pasar Senen.

Nah, di sinilah Dasima berurusan dengan seorang jago kampung, bernama Kuasa. Kalau kita lihat di zaman sekarang, Bang Kuasa ini sangat nasionalis. Dan Anti Belanda. Pernah ikut berontak di Cilegon terhadap kumpeni Belanda.

Di mata Bang Kuasa, Dasima ini orang yang gila harta dan materialistis. Bahkan Bang Kuasa curiga, jangan jangan Dasima mata-mata Belanda.

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Ketika main ke Kwitang, ada pemuda yang kepincut sama Dasima, namanya Bang Samiun. Pengangguran dan punya isteri seorang penjudi, Hayati namanya.

Baca Juga: Mengaku Jadi Korban Penembakan Namun Minim Bukti, Hasil Visum Luka di Perut Bahar bin Smith Dinanti

Singkat cerita, Dasima dan Samiun affair. Maka dari Pejambon, Samiun dan Dasima kencan ke Kampung Ketapang. Tapi rupanya kemudian Dasima ketemu hari apesnya.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Rupanya Hayati isteri Samiun iri dengan Dasima. Padahal skenario awal Hayati mendorong Samiun hidup bersama dengan Dasima, tapi dengan syarat, hartanya diporotin habis sama Samiun.

Tak tahunya, Samiun cinta betul sama Dasima. Maka Hayati kemudian minta jasa Bang Kuasa untuk melenyapkan nyawa Dasima. Dan akhirnya Dasima mati terbunuh di jembatan Pejambon, pas mau pergi ke Kampung Ketapang.

Bang Kuasa sendiri kemudian divonis hukum mati oleh Belanda. Padahal waktu itu Bang Kuasa sedang ikut mempersiapkan pemberontakan Pangeran Diponegoro melawan Belanda. Yang kita kita kenal dengan perang Jawa 1825-1830. Dengan kata lain, Bang Kuasa ini nasionalis dan anti penjajah.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Dugaan Penembakan Bahar Smith, Advokat Resmen Kadapi: Laporan dan Keterangan Palsu Diancam Pidana 9 Tahun

Nah apa hikmah dari cerita ini buat kita yang hidup di era sekarang?

Karakter bangsa Indonesia yang menyedihkan adalah sosok Nyai Dasima. Selain memandang hidup itu diukur dari materi dan harta, sosok model ini cuma mementingkan lapisan kulit luar, dangkal dan tidak punya prinsip hidup. Dan memandang idealisme dan cita-cita itu cuma omong kosong belaka.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Bang Kuasa, tipikal karakter di bangsa kita yang sampai sekarang ada. Pada dasarnya berjiwa petarung, nasionalis, pemberang, dan berjiwa jawara alias petarung yang tak ada takut-takutnya sama sekali.

Namun titik lemah dari sosok dengan karakter ini, dalam berjuang tidak punya peta jalan. Tahu apa yang dia harus lawan, tahu apa yang dia paling tak suka. Tapi karena buta peta jalan, sering tak tahu siapa kawan dan siapa lawan.

Baca Juga: PENTING: Pertolongan Pertama Untuk Mengatasi Serangan Stroke

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Sehingga yang model begini gampang jadi sasaran False Flag Operation. Operasi Bendera Palsu. Dikiranya kerja buat teman seperjuangan atau sekutu, tak tahunya malah kerja buat musuh.

Sebagai pejuang dan petarung yang anti Belanda sebagai penjajah, Bang Kuasa sudah benar. Sehingga prioritas kegiatan harusnya ya fokus saja dalam persiapan menyusun operasi melawan Belanda.

Tapi berhubung tak tahu peta jalan, dia terpancing masuk ke kegiatan yang tak ada sangkut pautnya dengan perjuangan maupun politik.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Karena Nyai Dasima menurut pandangannya adalah seorang perempuan gila harta, suka hidup foya-foya dan jadi antek asing, dia tanpa pikir panjang mau saja diminta jasa membunuh Dasima.

Baca Juga: Yunarto Wijaya Charta Politika: Pemilih yang Tidak Puas Jokowi Cenderung Pilih Prabowo

Padahal ada pihak lain yang ingin membunuh Nyai asima tapi dengan motif pribadi. Bukan motif politik perjuangan.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Banyak para aktivis pergerakan saat ini yang model Bang Kuasa ini. Pemberani, berjiwa petarung, tapi dalam berjuang tak pakai politik dan strategi. Sehingga mudah dikadali musuh.

Lantas bagaimana sosok model bang Samiun? Ini lebih tragis lagi. Selain tak punya jiwa juang model Bang Kuasa, punya kencenderungan hidup senang dan jadi budak harta benda. Karakter model begini banyak yang ada di kekuasaan sekarang ini. Baik eksekutif pemerintahan, DPR maupun di kemiliteran dan kepolisian.

Siapapun yang berkuasa, masa bodoh. Yang penting hidup makmur dan kaya raya, punya pangkat dan jabatan. Urusan lain tak penting.

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Baca Juga: SEA Games 2023: Prediksi dan Link Streaming Indonesia Melawan Thailand, Waktunya Meraih Emas

Nyai Dasima adalah sosok dalam ketidaktahuan murni, polos, materialistis dan budak harta. Ia akhirnya jadi musuh bersama berbagai kalangan yang sebetulnya punya motif yang saling bertentangan.

Bang Kuasa, memberi pesan kepada kita, bahwa kalau punya niat baik untuk berjuang, harus punya input/masukan geopolitik, sehingga bisa menyusun geostrategi yang pas. Supaya tak nyasar ke mana-mana.

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Sudah bagus jadi mata-rantai penting dari perlawanan Pangeran Diponegoro kepada Belanda. Eh, tahu tahu malah keserimpet dalam tindak kriminal pembunuhan Nyai Dasima, yang dikiranya bagian dari perjuangan melawan Belanda. Padahal tanpa dia sadari, Bang Kuasa jadi pembunuh bayaran dari orang-orang yang dengki sama Dasima.

Bang Kuasa jadi korban operasi bendera palsu pihak musuh.

(Oleh: Hendrajit, pemerhati geopolitik)

Berita Terkait