DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Dr Abdul Aziz: Hukum Positif Telantarkan Orang Tua

image
Dr. Abdul Aziz, M.Ag, Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta.

Oleh: Dr. Abdul Aziz, M.Ag
Dosen Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta

ORBITINDONESIA.COM - Hati siapa pun tersayat. Seorang kakek tua umur 70 tahun, hidup terlunta-lunta di pinggir jalan di kota Tangerang Selatan (Tangsel). Kakek tua itu tidur di emperan toko. Badannya ringkih dan bajunya kumal.

Kasihan? Ya, kasihan sekali! Tapi setelah orang tahu, siapa sebenarnya kakek ini, banyak yang terkejut.

Baca Juga: testing

Kenapa? Karena kakek tua itu sebetulnya "punya aset syariah" yang sangat mahal. Anaknya adalah orang kaya. Rumahnya mewah di Tangsel, tempat di mana kakek tua itu terlunta-lunta. Harusnya "aset" tersebut bisa menyelamatkan nasib kakek terlantar itu.

Baca Juga: Mason Lee, Putra Sutradara Terkenal Ang Lee, Akan Berperan Sebagai Bruce Lee

Tapi entah kenapa si anak yang kaya itu tega menelantarkan ayah yang pernah membesarkannya? Bahkan di pintu gerbang perumahan mewah itu terpampang tulisan dari anaknya. Jangan izinkan masuk orang tua berinisial X yang ingin datang ke rumahnya.

Baca Juga: PM Banglades Sheikh Hasina Minta Organisasi Pengungsi IOM Cari Sumber Dana Baru untuk Warga Rohingya

Dalam hal ini, secara dalil aqli maupun naqli, anak ini telah melakukan perbuatan yang sangat terlarang, baik secara moral, etika maupun agama!

Dalam syariah, anak wajib berbakti kepada orang tuanya. Hukumnya mutlak. Dalam Quran dan hadits, misalnya, disebutkan, salah satu syarat manusia masuk sorga adalah bagaimana kebaktiannya dan penghormatannya terhadap orang tua. Terutama ibunya.

Tapi itu tidak berarti, nilai kebaktian dan penghormatan terhadap ayah berkurang nilainya di mata Allah. Allah tetap menganggap orang tua laki-laki yang sudah lemah dan tidak bekerja adalah tanggung jawab anaknya.

Baca Juga: Ketua MPR RI Bambang Soesatyo Ajak Semua Elemen Bangsa Sukseskan Pilkada Serentak 2024

Baca Juga: Kinerja Penurunan Kemiskinan di Jawa Tengah Sebagai Modal Ganjar Pranowo Menjadi Calon Presiden 2024

Berbakti dan hormat kepada ayah pun nilainya sangat besar di depan Allah. Seorang anak manusia, tidak akan mungkin hadir di bumi, tanpa kehadiran ibu dan ayahnya.

Lanjut cerita. Kakek malang tersebut sempat ditampung di Dinas Sosial Tangerang Selatan (Tangsel) karena diusir anaknya. Sekitar satu bulan yang lalu, lansia yang sudah keriput kulitnya itu ditemukan terlantar, luntang-lantung di pinggir jalan.

Baca Juga: Kuasa Hukum Irman Gusman Optimistis, Mahkamah Konstitusi Kabulkan Permohonan Pemungutan Suara Ulang

Kondisinya yang memprihatinkan membuat aparat kepolisian membawanya ke Dinas Sosial Tangsel. Pihak Dinas Sosial pun menerimanya dan mencarikan alamat tinggalnya untuk diserahkan kepada keluarganya.

Ternyata bapak tersebut tinggal di sebuah kompleks mewah di bilangan Kota Tangerang. Setelah dikembalikan, si ayah malah ditelantarkan lagi oleh anaknya. Bahkan di pos satpam kompleks mewah tempat tinggalnya, dibuat tulisan dilarang masuk bagi ayahnya.

Baca Juga: Jarir: Batin Rempang Berdaulat, Membahas Himpunan Hukum Adat Indonesia di Masa Belanda

Baca Juga: Anggota DPR RI Kamrussamad: Stabilitas Politik Usai Pemilu 2024 Membuat Ekonomi Nasional Lebih Baik

"Banyak kejadian orang tua, oleh anaknya sengaja tidak diurus," kata Nazmudin, Kepala Bidang Pemberdayaan Sosial Dinas Sosial Tangsel, Nazmudin saat menghadiri acara seminar parenting yang diadakan Griya Yatim Dhuafa di Graha Widya Bhakti, Puspiptek, Setu, Tangsel, Sabtu, 9 September 2023.

"Usia 70, orang tua umumnya sudah pikun," tambah Nazmudin. Ia sontak beristighfar dan berharap hal serupa tidak terjadi padanya. "Banyak kasus begitu, bukan di Tangsel aja, cuma telantarnya di sini." Ya Allah ya Rabbi, saya kan sudah tua, Astaghfirullah, jangan sampai hal itu terjadi pada kita. Tambah Nazmudin.

Kasus serupa terjadi di Sumatera Utara belum lama ini. Seorang ibu diusir dari rumahnya yang berada di Jalan Mesjid, Desa Purwodadi, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara. Wanita berusia 78 tahun itu diusir oleh anaknya.

Baca Juga: Pakar Politik UI Cecep Hidayat: Jika Ditunjuk Jadi Menteri, Eko Patrio Harus Bisa Menerjemahkan Visi Presiden

Bahkan, rumah yang sudah lama ditempati orang tua itu telah berpindah kepemilikan menjadi milik anaknya. Wanita lanjut usia ini pun akhirnya diusir si anak. Wanita 78 tahun itu kemudian mengadukan masalahnya ke Mapolsek Sunggal.

Baca Juga: Kursi Panas Ganjar Pranowo Dalam Kuliah Kebangsaan di FISIP UI

Paparan di atas, baru dua contoh tragis, di mana orang tua sengaja diusir oleh anaknya. Masih ratusan, bahkan mungkin ribuan orang tua bernasib tragis seperti pria dan ibu tua tersebut.

Baca Juga: Kemenag Nusa Tenggara Barat Terapkan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Bagi Calon Haji yang Mau Berangkat

Indonesia adalah negara ber-Ketuhanan Yang Maha Esa. Sila kedua Pancasila adalah kemanusiaan yang adil dan beradab. Dari dua sila itu, bila kasus terlantarnya orang tua tadi dijabarkan, maka si anak jelas telah melanggar Pancasila.

Kita tahu, Pancasila adalah sumber hukum positif dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Tapi sayang, kasus penelantaran orang tua tersebut, belum jelas "keberadaan"nya dalam hukum positif di Indonesia. Lalu, apakah KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) baru yang diundangkan Januari 2003 dan berlaku mulai 2006, memuat kasus penelantaran orang tua oleh anaknya?

Apakah kasus penelantaran orang tua di atas masuk dalam ayat dan pasal dalam KUHP baru? Jawabnya, ada. Tapi belum terinci dan khusus "mengenai penalantaran orang tua yang disebabkan anaknya sendiri."

Baca Juga: Dubes Iwan Bogananta Dampingi Komisi I DPR RI Kunjungi Pabrik Rendang Bella di Bulgaria

Baca Juga: Sering Kunjungi Kampus, Politikus Partai Hanura Inas Nasrullah Ganjar Bisa Raup Banyak Suara Gen Z

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru disahkan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengatur sanksi penjara selama 2,5 tahun terhadap perbuatan menelantarkan orang. Hal itu tercantum dalam Pasal 428 KUHP.

"Setiap orang yang menempatkan atau membiarkan orang dalam keadaan terlantar, sedangkan menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan wajib memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang tersebut, dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun 6 bulan atau pidana denda paling banyak kategori III (Rp 50.000.000)," demikian isi Pasal 428 Ayat (1) KUHP.

Baca Juga: Menag Yaqut Cholil Qoumas: 70 Ton Bumbu Indonesia Sudah Didatangkan untuk Penuhi Kebutuhan Jamaah Haji

Lantas dalam Ayat (2) pasal yang sama disebutkan, jika penelantaran terhadap orang dilakukan oleh seorang pejabat yang mempunyai kewajiban untuk merawat atau memelihara orang terlantar, maka dia terancam pidana penjara paling lama 3 tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.

Selain itu, dalam Pasal 428 Ayat (3) huruf a disebutkan, jika penelantaran itu mengakibatkan luka berat terhadap orang yang ditelantarkan maka pelaku diancam penjara selama 5 tahun.

Baca Juga: Karen Agustiawan Mantan Direktur Utama Pertamina, Resmi Ditahan oleh KPK dalam Kasus Korupsi LNG

Baca Juga: Piala Asia Putri U17: China Menang Melawan Australia

Lantas dalam Pasal 428 ayat (3) huruf b disebutkan, jika korban penelantaran orang meninggal maka pelakunya dipidana penjara paling lama 7 tahun.

Dalam bab penjelasan Pasal 428 ayat (1), KUHP mewajibkan hakim yang mengadili perkara itu perlu meneliti tiap kejadian, apakah hubungan antara terdakwa dan orang yang berada dalam keadaan terlantar memang dikuasai oleh hukum atau perjanjian yang mewajibkan terdakwa memberi nafkah, merawat, atau memelihara orang yang terlantar tersebut.

Kemudian penjelasan Pasal 428 Ayat (2) adalah, yang termasuk dalam pejabat adalah orang yang diserahi kewajiban untuk merawat atau memelihara orang terlantar dalam suatu organisasi kemasyarakatan yang pendanaannya bersumber dari masyarakat atau bantuan pemerintah.

Baca Juga: Pilkada Jakarta, Pengamat Ujang Komarudin: Ahok dan Anies Sulit Dipasangkan

Ternyata, pasal dan ayat dalam kasus penelantaran orang tua oleh anaknya sendiri, tidak termuat secara khusus dan rinci di KUHP baru. Ini artinya, bila kasus tersebut masuk di ranah hukum positif dan masuk dalam persidangan di pengadilan negeri, niscaya permasalannya sangat kompleks.

Baca Juga: GEGER! Elon Musk Menyatakan Rencananya untuk Memungut Biaya Langganan dari Pengguna X sebelumnya Twitter

Terdakwa, jaksa, dan pengacara akan berdebat panjang tentang kasus penelantaran orang tua di atas. Jadinya, yang berperan nantinya majlis hakim. Apakah si anak durhaka akan akan divonis hukuman berat atau ringan, tergantung dari perspektif hakim dalam menganalisis kasusnya.

Baca Juga: Menteri Dito Ariotedjo Minta Dukungan Pemerintah Jepang Desak Cerezo Osaka Izinkan Justin Hubner Perkuat Timnas

Dari perspektif di atas, akhirnya masalah penelantaran orang tua oleh anaknya, sangat tergantung dari moral dan etika si anak. Jika anak itu durhaka, ia akan membiarkan bahkan sengaja membuat orang tuanya terlantar.

Jika ia anak berbakti kepada orang tua (birrul walidain), niscaya akan mengajak ayah dan atau ibunya tinggal bersamanya. Si anak akan memuliakan orang tuanya lebih dari apa pun.

Baginya, orang tua kandung yang sudah sepuh adalah ladang amal terbaik untuk meraih cinta Allah. Untuk meraih surga-Nya.***

Berita Terkait