DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Haruskah Lembaga Survei Memberi Tahu Siapa yang Mendanai Surveinya? Inilah Pendapat Denny JA

image
(OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - Siapa yang membiayai lembaga survei? Haruskah lembaga survei menyatakan siapa yang memberikan dana untuk surveinya itu?

Ini adalah pertanyaan yang lahir karena berita hari-hari ini. Salah satu judul berita itu: “PDIP Tantang LSI Denny JA Buka Siapa Biayai Survei”. Ini berita di awal  Febuari 2024.

Pangkal dari berita ini adalah publikasi survei LSI Denny JA di akhir Januari 2024 yang sangatlah heboh. 

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Waktu itu, LSI Denny JA mengumumkan untuk pertama kalinya pasangan Prabowo-Gibran menembus batas psikologis di angka 50,7 persen.

Persentase ini membuka kemungkinan Prabowo-Gibran menang satu putaran saja.

LSI Denny JA TIDAK mengatakan bahwa ini Pilpres pasti selesai satu putaran, karena mustahil ilmu sosial mengambil alih kepastian ilmu alam.

Baca Juga: PILPRES 2024 dalam Lukisan Artificial Intelligence Karya Denny JA

Tapi LSI Denny JA hanya mengatakan mulai sekarang karena elektabilitas Prabowo-Gibran sudah menembus 50 persen lebih, sangatlah terbuka, dan sangatlah terbuka, plus sangatlah terbuka Pilpres 2024 berakhir satu putaran saja. Sangat terbukanya saya sebutkan tiga kali.

Tapi haruskah LSI Denny JA dan lembaga surve lainnya menyatakan siapa yang memberi dana?

Untuk menjawab ini, kita masuk dulu ke dalam prinsip universal di dunia profesi.

Baca Juga: Pandangan Denny JA tentang Debat Cawapres 21 Januari 2024: Gibran dan Cak Imin yang Paling Tegas

Maka kita mengenal apa  yang disebut dengan CLIENT CONFIDENTIALITY. Ini satu hubungan profesi yang menjamin dan memberikan hak kepada klien untuk privasi, untuk tak ingin dirinya diketahui.

Hak privacy adalah hak universal yang berlaku dalam hubungan klien dengan banyak profesi. Misalnya, klien tak ingin diketahui identitasnya di dunia profesi medis,  pengacara, keuangan, kedokteran, psikiater, dan juga hubungan antara klien dan konsultan politiknya.

Mengapa ada prinsip Cient Contidentiality?

Baca Juga: Denny JA: Serangan Sebagian Kalangan Terpelajar ke Prabowo-Gibran yang Kian Kencang itu Bagai Topan di Dalam Toples

Awal mulanya seringkali terjadi efek publikasi mengganggu kehidupan klien. Dunia profesi akhirnya memberi hak kepada klien yang tidak mau ikut menanggung risiko dari publikasi mengenai identitasnya.

Tapi secara umum, kita tahu bahwa seringkali yang membeli jasa survei memang banyak pihak. Di samping pengusaha, calon presiden, politisi, partai politik, juga Universitas, Jurnal akademik, Institusi Rating dan media.

Acapkali memang jika survei untuk hal-hal yang sifatnya akademik dan non-politik, klien itu sendiri yang mengumum siapa lembaga survei yang digunakannya. 

Baca Juga: Banyak Kalangan Intelektual Protes ke Prabowo-Gibran tapi Elektabilitasnya Malah Naik, Begini Penjelasan Denny JA

Itu terjadi misalnya dalam World Happiness Index. Institusi ini mengatakan: “Dalam indeks ini, kami juga menggunakan survei dari Gallup Poll.

Tapi untuk urusan politik praktis, banyak sekali klien yang tak ingin namanya diketahui.

Jika lembaga survei membongkar, memberitahu nama klien tanpa persetujuan klien, itu tak hanya melanggar etika profesi, tapi lembaga survei itu bisa dituntut secara hukum.

Baca Juga: Jika Presiden Jokowi Berkampanye untuk Calon Presiden (Misalnya Prabowo Subianto), Bolehkah? Inilah Pandangan Denny JA

Karena itu pula asosiasi lembaga survei, asosiasi yang menanggungi lembaga survei, membuat kode etik.

Satu yang terpenting, Asosiasi Lembaga Survei menghormati hak klien untuk privasi (Client Confidentiality).

Asosiasi lembaga survei tidak mewajibkan lembaga survei mengumumkan siapa kliennya, siapa pendananya.

Baca Juga: Presiden Jokowi Bilang Dirinya Boleh Dukung Capres, Begini Pandangan Denny JA

Mengapa saya tahu? Karena memang saya sendiri mendirikan dan ikut membangun asosiasi lembaga survei itu, dan menjadi ketua umumnya selama dua periode.

Itu asosiasi lembaga survei yang paling tua di Indonesia: AROPI, namanya.

Asosiasi ini didirikan sebelum tahun 2009. Salah satu jasa dari AROPI adalah ia membatalkan pasal di undang-undang Pemillu, yang melarang lembaga survei mengumumkan quickount di hari pencoblosan Pilpres.

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: 66,5 Persen Pemilih di Dapil Jawa Barat 7 Bisa Dipengaruhi Politik Uang

Sekarang ini, kita bisa tahu siapa presiden yang menang di hari itu juga, di hari penjoblosan sebagian karena jasa dari AROPI.

KPU mengumumkan pemenang pilpres sekitar dua hingga tiga minggu kemudian.

Saya ingat drama itu. Saya  sendiri yang berdiri di sana, di Mahkamah Konstitusi. Saya katakan kepada Mahfud MD dan tim hakim waktu itu.

Baca Juga: LSI Denny JA: 84 Persen Pemilih Ingin Pilpres Selesai Satu Putaran

Memang Mahfud MD, yang sekarang ini menjadi calon wakil presiden pilpres 2024, waktu itu ia menjadi ketua Mahkamah Konstitusi.

Saya katakan: “Dewan hakim yang terhormat. Bagaimana mungkin, di luar negeri sana, hari Pemilu presiden ini hari raya bagi para peneliti. 

Di Amerika Serikat, di Eropa, para peneliti bisa menyumbangkan riset mereka. Sehingga di hari itu juga, publik mengetahui siapa presiden terpilih.

Baca Juga: TELAK, Denny JA Sebut 84 Persen Masyarakat Ingin Pilpres Cukup Satu Putaran

Tapi jika di Indonesia mengerjakan hal yang sama, kita semua peneliti di Indonesia masuk penjara. Itu karena quick count di hari pencoblosan dilarang oleh undang-undang.

Akhirnya pasal itu dibatalkan oleh MK. Itulah jasa dari AROPI, asosiasi lembaga survei.

Asosiasi lembaga survei  ini pun tidak mewajibkan lembaga survei menyatakan siapa kliennya. Apa lagi jika klien itu keberatan.

Baca Juga: Prabowo-Gibran Menang Satu Putaran Saja? Inilah Kajian Riset LSI Denny JA

Setelah AROPI, kini lahir banyak asosiasi lembaga survei lainnya, termasuk Persepi. Tak ada satupun dari asosiasi itu yang mewajibkan lembaga survei menyatakan siapa donaturnya, siapa kliennya.

Karena prinsip universal Client Confidentiality atau Client Right To Confidentiality, lembaga survei memang tak ingin membuka siapa kliennya.

Acap kali klien itu sendiri yang tidak ingin namanya  dipublikasikan. ***

Berita Terkait