DECEMBER 9, 2022
Humaniora

Tadarus Puisi Ramadhan, Denny JA: Sebagian Peran Ulama, Pendeta, dan Bhikku akan Diganti oleh Atificial Intelligence

image
Tadarus Puisi Ramadhan Perkumpulan Penulis Indionesia SATUPENA . (OrbitIndonesia/kiriman)

ORBITINDONESIA.COM - Artificial intelligence telah memasuki kehidupan umat beragama. Teknologi pintar ini telah masuk ke gereja Protestan, kuil Buddha di Jepang, dan masjid agung di Saudi Arabia.

Demikian Denny JA, selaku Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia SATUPENA dalam sambutannya di buka puasa bersama SATUPENA dan komunitas puisi esai, bertajuk Tadarus Puisi Ramadan, di Jakarta, Jumat 15 Maret 2024.

Denny JA, yang juga penggagas puisi esai ini, mengutip penerbitan The Conversation, September 2023, menceritakan kejaian gereja, kuil, dan masjid.

Baca Juga: Denny JA tentang Puisi Menyelamatkanku

Di gereja Protestan Paul Church musim panas 2023, sebanyak 300 umat khusyuk mendengar khotbah dari pendeta berupa robot artificial intelligence.

Hal yang sama terjadi di kuil Kodai ji Buddhist temple di Jepang. Sejak tahun 2019 artificial Intelligence sudah masuk kuil ini. Umat di sana kapan saja dapat meminta bhikku Kannon Mindar, yang bertenaga artificial Intelligence, memberi nasihat berdasarkan doktrin Buddha.

Di masjid agung di Saudi Arabia, sejak tahun 2023, juga  ditaruh robot artificial Intelligence, untuk melayani pertanyaan umat dalam 11 bahasa.

Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (3): Mencari Makam Nenek

Umat bisa meminta informasi tentang imam atau bisa juga meminta siraman rohani melalui pembacaan ayat-ayat Al Quran. Umat juga bisa berinteraksi via video dengan ulama lokal yang ada dalam daftar.

Vatican, Juni 2023, menerbitkan aturan etika setebal 140 halaman, tentang the Do’s and The Don’ts, apa yang boleh dan tak boleh menggunakan artificial intelligence  untuk tujuan pembekalan agama Katolik.

“Di agama Protestan, Budha, Islam, dan Katolik penggunaan artificial intelligence semakin intens,” kata Denny JA.

Baca Juga: Yang Tercecer di Era Kemerdekaan (2): Rara Masih Mencari Sari

Realitas di atas menimbulkan pertanyaan penting, ujar Denny, “Apakah akan datang era, peran ulama, pendeta, dan biksu akan digantikan oleh robot artificial intelligence?”

Denny menguraikan latar belakang dari pertanyaan di atas dan berkait perkembangan dari artificial intelligence.

Pertama, kemampuan artificial intelligence akan melampaui individu ulama manapun, pendeta manapun, biksu manapun, soal luasnya dan dalamnya informasi agama. Informasi yang dimasukkan ke dalam artificial intelligence itu mencakup, semua ayat dalam kitab suci, konteks sosial ketika teks itu lahir, perkembangan doktrin dari waktu ke waktu sepanjang sejarah, ceramah agama terbaik yang pernah ada, puisi- puisi religius terbaik yang pernah ditulis, dan kemampuan melayani umat dalam 40 bahasa internasional.

Baca Juga: Diskusi Satupena, Satrio Arismunandar: Kehidupan Adalah Perjalanan dan Komaruddin Hidayat Adalah Seorang Peziarah

“Hal di atas mustahil dikuasai penuh oleh satu individu ulama manapun. Tapi artificial intelligence bisa menguasainya, bahkan mengolahnya,” kata Denny.

Kedua, layanan 24 jam tanpa istirahat. Ulama, pendeta, dan bikkhu harus tidur, dan libur, sedangkan artificial intelligence bisa ditanyai kapan saja, termasuk pukul 02.00 malam, ketika umat susah tidur dan kesepian.

“Layanan ini mustahil bisa diberikan individu ulama manapun.”

Baca Juga: Komaruddin Hidayat: Jika Tak Ada Catatan Tertulis, Mungkin Agama Islam Itu Penuh Dongeng-dongeng Saja

Ketiga, ini yang lebih penting. Ulama, pendeta, dan bhikku bisa  bias pada mazhab tertentu. Mereka cenderung mengikuti cara pandang satu aliran saja. Artificial intelligence bisa memberi pandangan perbandingan, dari berbagai interpretasi. Ia dapat pula mencari sisi universal dan abadi dari satu doktrin agama.

Denny mencontohkan Jalaluddin Rumi seraya bertanya, ”Mengapa Rumi begitu terkenal bahkan di Amerika Serikat, melampaui penyair barat sendiri. Padahal Rumi sudah wafat 800 tahun lalu?”

Menurut Denny, hal itu terjadi karena Rumi mampu membawa pesan-pesan universal, melampaui sekat- sekat agama.

Baca Juga: Denny JA: Sastra Menjadi Alat Diplomasi Anarbangsa yang Efektif, Termasuk Mendamaikan Israel dan Palestina

“Artificial intelligence pun bisa diprogram demikian,” ujarnya meyakinkan.

Keempat, ini hal yang penting juga. Yaitu, pada waktunya ulama, pendeta, dan bhikku akan sakit dan mati seperti manusia lain. Tapi robot artificial intelligence terus hidup karena ia bisa di-upgrade. Informasi yang dikuasainya bisa selalu ditambah dan di-update.

Empat hal ini, pelan tapi pasti, akan membuat artificial intelligence lebih superior daripada individu ulama, bhikku dan pendeta manapun, soal keluasan dan kedalaman informasi agama.

Baca Juga: Puisi Esai Berkembang Pesat di Malaysia, Denny JA Diterima Ketua Menteri Datuk Seri Hajiji Noor di Kota Kinabalu

“Tapi saya berpandangan, ulama, pendeta, dan bhikku akan terus berperan. Hanya peran mereka tak lagi sedominan dulu,” katanya.

Tadarus Ramadah ini penuh tokoh

Tadarus Puisi Ramadan ini berlangsung meriah. Semua kursi yang tersedia terisi penuh. Para tokoh yang hadir membacakan puisi: Helmi Yahya, Wina Armada, Nasir Tamara, dan lainnya.

Baca Juga: Diskusi Satupena, Nasir Tamara: Perang Singkat Iran vs Israel Tunjukkan Gambaran tentang Cara Perang Masa Depan

Alunan piano yang dimainkan oleh Marusya Nainggolan membuat tamu Tadarus Puisi Ramadan memberi tepuk tangan gemuruh.

Penyair senior dan profesional seperti Sutardji Calzoum Bachri, Yose Rizal Manua, Aspar Paturusi, Agus R. Sarjono, Jamal D. Rahman, dan lainnya juga tampil memikat.

Suara Sutardji masih bertenaga ketika membacakan puisi sambil menyanyikan lagu-lagu berirama blues. Dan gaya di panggungnya banyak mendapat tepuk tangan dari pengunjung. ***

Berita Terkait