DECEMBER 9, 2022
Kolom

Syaefudin Simon: Dari Kisah Burung Sampai Frugal Life

image
Suasana bukber terakhir bersama Denny JA (foto: koleksi pribadi)ama

Oleh: Syaefudin Simon, kolumnis

Bukber terakhir bersama teman-teman Kelompok Studi Proklamasi (Denny JA, Budhy Munawar Rachman, Elza Peldi Tahir, Jonminofri, Andi Asrun, Habib Ali, Simon, Isti Nugroho) dan Creator Club (Fatin Hamama, Amelia, Nita, Iwan, Satrio Arismunandar, Swary Utami, dan Monica). 

Ini bukan sekadar bukber enak di resto Cina Chongqing Hot Pot yang eksklusif di Mall of Indonesia, Kelapa Gading, Jakarta Timur. Tapi juga setiap orang harus menyampaikan renungan hidup yang menyentuh.

Baca Juga: Ketua Umum Forum Esoterika Denny JA: Dibutuhkan Spritualitas dan Sikap Ramah dengan Alam agar Membawa Kebahagian

Pertama, Denny menceritakan tentang pencarian jati diri dari para burung Simurgh dari cerita Faridudin Al Attar dalam musyawarah para burung. Mereka sepakat mencari raja diraja kaum burung. Setelah melakukan pencarian secara intens, ternyata mereka tak menemukan raja di raja itu.

Dan setelah pasrah, akhirnya ketemulah. Sang Raja Diraja ternyata ada dalam diri masing-masing burung. Renungan Denny direspon sangat baik oleh penyair Fatin Hamama, alumnus Al Azhar Cairo, yang menceritakan siapa Faridudin Al Attar dalam perspektif tasawuf Islam.

Cerita burung yang mencari Tuhannya ini, kata Fatin, adalah cerita pencarian seorang mistikus akan hakikat diri manusia

Baca Juga: LSI Denny JA: Mayoritas Publik Setuju Koalisi Semi Permanen Pemerintahan Prabowo Subianto

Aku cerita kedahsyatan lagu Rhoma Irama berjudul Sebujur Bangkai. Ya, ketika jasad ini terlipat di kain kafan -- semuanya selesai. Setelah dikubur, kita hanya sebuah kerangka.

Siapa yang mau menyentuhnya? Tak ada. Urusan kita hanya pertanggungjawaban perbuatan kita kepada Tuhan Yang Maha Kuasa. Dan itu pasti terjadi.

Tak ada gunanya uang 270 trilyun yang memanjakan hidup manusia di dunia jika proses mendapatnya dibenci Allah. Nauzubillah. Itulah renunganku dalam sebulan terakhir. Dan aku hampir setiap malam, jelang tidur mengklik Ytb lagu Sebujur Bangkai.

Baca Juga: Menangkan Pilpres Lima Kali Beruntun, LSI Denny JA Peroleh Penghargaan dari MURI Jaya

Tuhan, andaikan aku terlahir kembali, aku bersumpah tidak akan berbuat dosa sedikit pun, walau sebesar atom. Aku hanya ingin berdoa semoga semua makhluk bahagia dan hidup suci untuk menuju surga.

Budhy melanjutkan ceritaku tentang tubuh pasca hidup ini. Budhy tertarik dengan proses kremasi teman kuliahnya di STF Driyarkara, aktivis keberagaman, Trisno Sutanto, yang wafat pekan lalu.

Kenapa dalam Islam mayat hanya boleh dikafani, tapi agama lain bisa dikremasi (dibakar jadi abu). Trisno beragama Protestan tapi ia lebih dekat dgn Katolik dalam kesehariannya.

Baca Juga: Denny JA: Jokowi dan Prabowo Berpotensi Menjadi Dwi Tunggal Indonesia Berikutnya Setelah Soekarno dan Hatta

Menurut Budi,  kremasi adalah upaya pemisahan total ruh dari jasad ketika manusia meninggal. Mungkin cerita kuntilanak, cerita kebangkitan tubuh seperti waktu hidup di alam Mahsyar, dan sebagainya karena  basis mayat utuh yang dikubur tadi. Beda jika mayat itu dikremasi. Ruh tak akan bisa kembali karena jasad telah menjadi abu.

Tapi ada tradisi kepercayaan lain, kata Budi, mayat dikubur dan di atasnya ditanam tetumbuhan. Pohon di atas gundukan kuburan tumbuh subur dan membentuk hutan.

Aku pikir, kata Budi, ini pun baik karena mayat bisa berkontribusi terhadap perbaikan lingkungan yang hutannya krisis.

Baca Juga: Peneliti LSI Denny JA, Ardian Sopa: Gugatan di MK Berlawanan dengan Logika Publik yang Menerima Hasil Pilpres 2024

Cerita Amelia Fitriani, designer dari Creator Club, sangat menarik. Dalam beberapa tahun terakhir ia mencoba menjalani frugal life, hidup sederhana, dan minimalis.

Suatu ketika, kata Amel, ia membuka lemari bajunya yang besar. Ternyata banyak sekali busana yang tak terpakai. Setelah diseleksi, puluhan busana ia sisihkan. Busana yang lain, ia coba. Apakah tubuh ini merasa nyaman dengan baju itu.

Apakah setelah mengenakan baju itu, hati terasa lega, badan bebas bergerak, dan pikiran nyaman? Jika tidak, baju yang masih bagus pun, ia sisihkan. Lalu diberikan ke badan amal  Tapi kalau nyaman di hati dan tubuh, meski baju lama, akan kupakai.

Baca Juga: Puisi Esai Denny JA: Bom itu Meledak di Satu Sahur, di Bulan Puasa, di Gaza

Baju adalah bukan sekadar pakaian badan tapi juga pakaian hati. Karena itu, kata Amel dalam rangka frugal life ini, aku akan meminimalising kebutuhan yang timbul dari pikiran dan nafsu. Hidup sederhana dan minimize itu indah, ujar Amel.

Sementara Satrio, mencoba merenungi hidup sebagai ketentuan Allah. Aku sekarang, kata Satrio, sudah menerima apa pun yang menimpaku. Baik dan buruk, semuanya sudah ketentuan Allah.

Pengalaman Satrio yang panjang, lebih dari 60 tahun sebagai aktivis, penulis, dan jurnalis membawanya pada kesadaran bahwa perjalanan hidup manusia itu sudah ditentukan Allah. Tinggal bagaimana kita berusaha berbuat baik kepada manusia dalam kondisi apapun. Baik dalam kondisi bahagia maupun bahagia.

Baca Juga: Buka Puasa LSI Denny JA: The Best Days of Our Lives

Teman-teman sering berkomentar, kok sering sekali berkumpul makan-makan dengan Denny JA. Mereka tidak tahu, setiap kumpul dengan Denny, ia selalu minta kami menyajikan renungan dan pengalaman hidup untuk menjadi pelajaran ke depan.

Memang, sesekali bicara tentang politik. Terutama Pilpres. Di sini tak semua kita satu pandangan. Denny jelas pro 02. Tapi aku, Tami, Elza, Isti,  tidak. Bahkan bertentangan secara diametral dengan DJA.

Tapi di sini kami sudah sepakat, persahabatan lebih utama dari politik. Semoga persahabatan yang penuh renungan tetap abadi. Sampai di sorga nanti. ***

Berita Terkait