Kisah Soekarno Mengunjungi Kuba, Bikin Presiden AS Eisenhower Tidak Suka
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Minggu, 11 Desember 2022 08:30 WIB
ORBITINDONESIA - Pada tahun 1960 Soekarno mengunjungi Kuba. Bagi Soekarno mengunjungi Kuba sangat penting untuk membuktikan politik bebas aktif-nya.
Kabarnya Presiden Ike Eisenhower tidak menyukai kunjungan Soekarno ke Kuba itu. Bahkan Ike Eisenhower sempat memanggil agen CIA untuk mengamati prospek kunjungan Sukarno ke Kuba.
Setahun sebelumnya, jagoan revolusi Che Guevara datang ke Jakarta dan bertemu Soekarno untuk menyampaikan undangan resmi dari Fidel Castro, pemimpin revolusi Kuba.
Baca Juga: New Year Gaza 24 B
Baca Juga: WOW! Segini Gaji PPPK Tahun 2023 di Pemkab Sangihe Capai Miliaran, PNS Bisa Tenang
Saat itu Jakarta sedang hangat-hangatnya pembubaran Konstituante dan Sukarno baru saja dengan semangat mengembalikan sejarah ke dalam garis Revolusi.
Fidel memperhatikan gerakan Soekarno ini, dan ia mengirimkan Che ke Jakarta untuk berguru pada Soekarno sekaligus mengundangnya.
Pada satu malam setelah Fidel membaca sebuah terjemahan tulisan Soekarno dalam bahasa Inggris soal ‘Indonesia Menggugat’ maka ia merasa apa yang dijadikan dalam tujuan revolusi Indonesia adalah sejalan dengan Revolusi yang inginkan di Kuba.
Che Guevara, seorang jagoan revolusi Argentina yang dari muda berkelana dengan motornya mencari arti tentang masyarakat, sebuah pembebasan.
Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda
Che berpikir bahwa satu-satunya pembebasan adalah menghilangkan struktur masyarakat yang menindas. Lalu Che bergabung dengan Fidel membakar revolusinya dan menggulingkan diktator Fulgencio Batista.
Dan akhirnya sejarah membawa Che bertemu dengan guru besar Revolusi dari Asia : Soekarno.
“Che...bagi saya sebuah perubahan sejarah itu tidak boleh setengah-setengah.
Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma
Ia harus menjebol. Ia harus, memporakporandakan. Dari situasi porak poranda itu kita bangun yang baru, bangunan masyarakat yang modern, terhormat dan memanusiakan manusia” kata Soekarno usai makan malam.
Lalu Che memberi cerutu Kuba pada Soekarno yang mengajak Che bicara di teras Istana Negara.
Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan
“Kamu lihat Che, bangunan ini adalah bangunan Belanda. Kota-kota kami adalah contoh kota kolonial terbaik pada jamannya.
Di timur Jakarta ada kota bernama Bandung, indahnya luar biasa. Lalu ada juga Kota Surabaya yang menjadi pelabuhan paling timur milik jaringan dagang Hindia Belanda, sebelum Australia didirikan Inggris.
Mereka sudah membangun permodalan dari abad demi abad. Mereka sudah membangun benteng-benteng kesejahteraannya.
Baca Juga: Cara Tegas Yudo Margono Hadapi Terorisme: Program Deradikalisasi, Buang ke Pulau Terpencil
Tapi Che, bangsa-bangsa yang mereka jajah hanya menjadi kuli...kuli dari kemauan mereka. Lalu kami sejak pergantian abad lalu, sadar bahwa satu-satunya jalan untuk membebaskan bangsa dari kekuliannya, dari perbudakannya adalah menjadi ‘bangsa tuan’ di negeri sendiri.
Menjadi demikian terhormatnya, sehingga kami bisa menggali kekayaan kami. Kami bisa membangun budaya kami. Kami bisa menguasai diri kami sendiri.
Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota
Lalu dengan rasa terhormat itu :
" Ekonomi kami, Kebudayaan kami dan pandangan-pandangan politik kami menjadi arus besar bagi sumbangan peradaban dunia”, kata Soekarno sambil menghirup cerutu.
Baca Juga: Cara Unik Calon Panglima TNI Yudo Margono Bakar Semangat Pemuda Indonesia, Diajak Naik Kapal Perang
Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju
“Jadi apa yang Tuan Soekarno lakukan untuk itu” kata Che dengan pandangan berapi-api. Ia seakan melihat sang guru sedang menjelaskan konsep sosialisme, konsep kesejahteraan umum, konsep yang akan membawa masyarakat pada pembebasannya.
“Bagiku Che, revolusi itu sebuah keharusan untuk membuka pintu sejarah baru. Saat ini sejarah yang berlangsung sudah berbeda dengan sejarah di abad-abad lampau.
Pergerakan eksploitasi bukan lagi pada pendudukan-pendudukan koloni, tapi pada pergerakan arus modal. Arus modal inilah yang kemudian menjadi alat penindas antara pemilik modal dan bukan pemilik modal. Negara-negara baru jelas tidak punya modal.
Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima
Mereka belum ada waktu akumulasi modal. Mereka baru memulai.
Tapi setidak-tidaknya, Che yang kami pelajari bahwa untuk berjuang dalam situasi apapun, maka kuncinya cuma satu : persatuan... persatuan... persatuan.
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah
Kami menang karena bersatu. Andai seluruh negara-negara baru bersatu, maka penindasan modal itu menjadi medan pertarungan yang seimbang.
Untuk itulah aku inginkan Indonesia menjadi lokomotif atas persatuan dari negara-negara baru, negara-negara yang baru saja melepaskan diri dari belenggu penjajahnya.
Setelah persatuan, Che.....maka modal itu dialihkan pada kesejahteraan umum, pada bangunan-bangunan yang berguna untuk rakyat, bangun sekolah-sekolah.
Dengan kekayaan yang ada kami bisa membangun jutaan unit sekolah untuk anak-anak kami.
Itulah awal dari revolusi kami," kata Soekarno dengan nada bangga. Ia melihat di depannya adalah anak muda yang berhasil mengalahkan sejarah kapitalisme, dan ia bangga.
“Tuan Sukarno, sudikah tuan datang memenuhi undangan pemimpin kami, Fidel Castro?” kata Che dengan tersenyum.
Soekarno menjawab sembari memamerkan gingsulnya yang terkenal itu bila tertawa ‘Saya bersedia anak muda”.
Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus
Lalu di tahun 1960 datanglah Soekarno ke Kuba. Ia dibawa ke Istana dan ditempat khusus. Fidel minta diajari konsep-konsep revolusi.
“Tuan Soekarno, negara ini memiliki semangat tersendiri dalam mewujudkan perubahan. Kami berdiri disini sendirian dikelilingi negara-negara perkebunan tinggalan Spanyol dan Portugal.
Kami juga berdekatan dengan rajanya Kapitalis dunia Amerika Serikat. Tiap waktu kami berjaga agar jangan sampai rudal Amerika menimpa kota kami, dan kami terpaksa bersekutu dengan Soviet Uni agar kami aman.
Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat
Memang Mao meminta kami agar bersama-sama membangun persekutuan politik, tapi karena Soviet Uni menolak bila Mao ikut campur maka kami terpaksa melepaskan Mao, walau itu menyakitinya.
Padahal kami merasa kami harus mandiri, tidak bergantung kepada negara lain seperti negara Tuan, Indonesia...”
Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan
“Begini, Yang Mulia Castro, Sebuah negara pertama-tama harus mandiri. Itu persyaratan terbesar sebuah revolusi. Ia tidak boleh bergantung kepada siapa-siapa, kekuatan dirinya sendiri yang menjadi ukuran.
Sebuah negara harus memiliki kemandiriannya, karena kemandirian ia akan mendapatkan tiga hal : "Kehormatan, Kemanusiaannya dan Kepandaiannya ".
Nah, untuk mencapai ini kita harus tegar menghadapi badai godaan. Saya sendiri akan melawan bila negara saya dikelilingi koloni-koloni yang kemudian akan berkembang sebagai sebuah ancaman”
Baca Juga: Profil dan Biodata Penyanyi Celine Dion, Tanggal Ultah, Suami, dan Perjalanan Karir
Lalu Fidel bertanya lagi. “Jadi apa yang harus dilakukan Kuba”.
Sukarno menjawab, "Pertama-tama Yang Mulia harus menganalisa kekuatan modal yang mulia, apa yang bisa dijadikan alat untuk mandiri.
Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru
Lalu gunakan modal itu 100 persen untuk kesejahteraan umum. Bagi saya kesejahteraan umum itu sumber kebahagiaan rakyat.
Negara tidak boleh menjadi tempat bagi penggarong atas nama kapital, atas nama komoditi”.
Baca Juga: Jelang Pernikahan Erina Gudono, Kaesang Pangarep Jalani Siraman, Iriana Jokowi Menjadi Sorotan
Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari
Ajaran Sukarno ini kemudian benar-benar dipegang Kuba. Setelah kunjungan Soekarno, Castro memerintahkan UU Kesejahteraan Umum.
Rumah Sakit, Sekolah, Sarana Publik dibuat sebaik mungkin demi kesejahteraan rakyat banyak.
Sampai saat ini fasilitas kesehatan publik Kuba merupakan yang terbaik sedunia, rakyat mendapatkan hak-hak kesehatannya. Sekolah didirikan dengan gratis dan dibiayai negara. Sarana publik amatlah rapi.
Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD
Sementara Soekarno harus mati dalam kandang sempit yang tak layak bagi orang sebesar dia. Soekarno mati. Semua ide-nya ikut mati.
Baca Juga: BRI Liga 1 : Pesta Gol, Borneo FC Kalahkan PSIS Semarang 4-2
Lalu di Indonesia terjadi penggarongan luar biasa. Tambang emas dirampok. Ladang-ladang gas bukan lagi untuk kesejahteraan umum. Ladang-ladang minyak, lahan kelapa sawit.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM Yogyakarta
Semuanya digarong tanpa sedikitpun mengalir ke sarana kesejahteraan umum. Rakyat dibiarkan hidup secara minimal.
Menjadi babu di negeri orang, berangkat tanpa kehormatan dan martabat sebagai manusia Indonesia yang cerdas dan terdidik, tapi berangkat sebagai manusia yang pasrah. ***