DECEMBER 9, 2022
Orbit Indonesia

Syaefudin Simon: Mencari Tuhan di Kabah

image
Kabah - Mekah

ORBITINDONESIA.COM - Sabtu malam, setelah tinggal di Madinah 3 hari, aku dan teman teman satu grup, menuju Mekah. Sesampai di Mekah, langsung Ihram. Dengan memakai baju putih tanpa jahitan, tanpa harum-haruman, tanpa kaos dan celana dalaman, aku melaksanakan ritual ihram.

Niat umrahnya di masjid Bir Ali, 11 km dari Madinah, pinggir jalan arah ke Mekah. Tempat niat umroh ini namanya miqot. Aneh kan? Niat itu adanya di hati. Tempatnya bisa di mana saja. Tapi untuk umrah dan haji beda!

Coba bayangkan, jika kita orang Jakarta mau "umrah" di Yogya, misalnya, mungkin miqotnya di masjid raya Bekasi! Begitulah ketentuannya. Masalah miqot ini mungkin strategi ibadah dari "Sono" agar lebih menyebar akses spiritual keumatannya.

Baca Juga: New Year Gaza 24 B

Baca Juga: RESMI Coldplay Bakal Gelar Konser Pertamanya di Indonesia , Sandiaga Uno: Sudah Official ya Guys

Jika baca ulasan umroh ini -- mungkin Efron, Hepi, Ridwan, Ana, Apri -- teman-teman dekatku di FB yang orang Kristen, pasti bingung. Apalagi Lionel Messi! Pasti lebih bingung. Kok ibadah ribet amat?

Memang, ibadah umroh itu ribet. Aku juga merasakannya. Mau bertemu Tuhan saja saratnya macam-macam dan rempong. Bukanlah Tuhan ada di setiap hati manusia?

Baca Juga: Survei LSI Denny JA: Elektabilitas PSI yang Dipimpin Kaesang Hanya 1,5 Persen, Gerindra Salip PDI Perjuangan

Tapi gaes, keribetan umroh ini -- pun ibadah haji -- bisa dikapitalisasi jadi bisnis raksasa. Banyak pihak yang diuntungkan. Banyak pebisnis bikin perusahaan travel. Ustad-ustad kebagian rejeki jadi pembimbing haji.

Efek multiplier ekonomi dari ibadah umroh dan haji memang luar biasa besar. Menyangkut uang miliaran dolar tiap tahun. Tapi secara makro ekonomi, Indonesia rugi. Karena devisa dari Indonesia mengalir ke Kerajaan Saudi Arabia (KSA).

Baca Juga: Netizen semakin Berharap Coldplay akan Konser di Indonesia Jadi Nyata setelah Billboardnya Muncul di Jakarta

Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda

Temanku Hamid Basyaib, kolumnis cerdas yang berani ngelabrak Goenawan Mohamad, penulis Catatan Pinggir majalah Tempo, pasti mengolok-olok, kalau Indonesia ingin maju ekonominya, hentikan ibadah umroh. Umroh itu hanya sunah.

Negara harus bikin aturan ketat, orang Islam yang boleh naik haji hanya yang kaya saja. Wong mlarat jangan nabung untuk untuk naik haji. Nabung ya untuk beli sawah atau modal dagang.

Itu baru benar. Negara harus mengatur ibadah haji cukup sekali seumur hidup. Bukankah Nabi Muhammad yang lahir di Mekah saja hanya sekali naik haji seumur hidup?

Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma

Mantan imam besar Masjid Istiqlal, almarhum KH Mustofa Yakub menyatakan, naik haji itu cukup sekali seumur hidup. Naik haji yang kedua adalah haji pengabdi setan. Wah.

Baca Juga: El Rumi Ungkap Kronologi Gabung Partai Gerindra, Dikira Silaturahmi Malah Ajak Join Politik Prabowo Subianto

Prosesi umroh setelah niat di miqotnya, jemaah terus ke Kabah. Pertama Thawaf dulu, mengeliling Kabah tujuh kali. Lalu Sya'i, berjalan cepat menjejaki bukit Shafa dan Marwah sepanjang 350 meter. Juga 7 kali. Letak tempat syai sekitar 100 meter dari Kabah.

Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan

Suasa Thawaf cukup gaduh. Sambil berkeliling Kabah semua orang membaca wirid yang kadang satu sama lain -- antar grup -- kalimatnya berbeda. Ada yang bersuara lembut, moderat, ada pula yang keras.

Mengelilingi Kabah dengan mata tetap menatap kubus hitam tinggi itu, orang mengharapkan dapat pahala 60 kali. Pahala dalam bentuk apa, konon nanti akan dilihatnya di akhirat.

Bagi yang percaya akhirat adanya di dunia ini juga, pahala 60 kali ini bisa saja ditukar. Mungkin bisnis anda maju. Dapat pasangan hidup yang cakep dan kaya. Atau terpilih jadi anggota DPR tanpa keluar biaya. Macam-macamlah.

Baca Juga: Dugaan Operasi Tangkap Tangan Gubernur Abdul Gani Kasuba, KPK Gelandang 3 Pejabat Maluku Utara ke Jakarta

Baca Juga: Inilah 3 Karakter Utama Transformers Rise of The Beasts Lengkap dengan Penjelasan, Perubahan, dan Perannya

Aku yang sulit konsentrasi saat mengeliling Kabah sering terpental. Tetiba posisiku menjauh dari barisan grup. Mas Rosi, pembimbing thawaf kami, langsung menarikku agar berada dalam barisan grup.

Ketika barisan sedang khusu berzikir, tetiba ada gelombang manusia lewat begitu saja di depanku, mengacak-acak barisan. Aku pun terpental lagi.

Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota

Ya sudah, daripada nyusahin orang, aku biarkan terpisah dengan grup. Toh, nanti bisa ketemu lagi setelah 7 kali muterin Ka'bah.

Dalam kondisi bingung, tiba-tiba ada orang menarikku. Kupikir malaikat mau menolongku untuk tetap dalam barisan yang dekat Kabah. Ternyata setelah kulirik, yang menarikku seorang perempuan.

Baca Juga: Sea Games 2023 kembali Jadi Sorotan Negatif, Kali ini Atap Hotel Timnas Bulutangkis Indonesia bocor

Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju

Ia mencengkeram baju ihramku. Siapa? Bidadarikah yang menarik baju Ihramku! Kalau ia bidadari, mungkin akulah orang paling beruntung. Di dunia saja sudah ditarik bidadari. Apalagi di akhirat.

Benarkah bidadari. Sucikah aku sehingga bidadari menarik baju ihramku?

Setelah kulihat dengan teliti wajah perempuan itu, ouh ternyata Cici, owner travel umrah. Kupikir bidadari. Sekarang aku tahu. Apa yang dilakukan Cici, pasti perintah dari Evi adikku di WA Grup, agar menjagaku.

Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima

Evi, adikku yang ke-9, memang dekat dengan Cici. Karena ia "pelanggan travel" milik Cici, ke berbagai tempat wisata baik di Indonesia maupun luar negeri. Evi pernah ke Eropa, Turki, Raja Empat, Labuan Bajo, dan lain-lain. Makanya dekat dgn Cici.

Baca Juga: Teddy Minahasa Lolos dari Vonis Mati, Inilah Alasan Hakim Beri Hukuman Penjara Seumur Hidup

Aku ikut umroh karena "dipaksa" Evi, adikku ini. Evi inilah yang terus japri ke WA-ku agar ikut jadwal dan jangan suka misah dari grup. Lucunya, hampir setiap ada momen penting, Cici memfoto aku. Lalu dishare ke Evi. Kadang foto selfi mesra berdua dengan Cici. Terus di kirim ke Evi.

Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah

Gara-gara kedekatanku dengan Cici, di kamar hotel cowok-cowok pada ngiri. Kok Simon terus yang didekati Cici? Enak deh jadi Simon, kata Ucok, teman sekamarku.

"Hai jangan cemburu bro," kataku pada Ucok. Cici dekat denganku karena diminta adikku. Adikku bestie-nya Cici.

Juga bestie-nya Simon? Kata Wahyu, teman sekamarku ngledek. Aku pun tertawa. Sejak saat itu, hari kedua di Madinah, aku selalu dikaitkan dengan bestienya Cici. Wah!

Baca Juga: Kepala Kanwil Kemenkumham DKI Jakarta Ibnu Chuldun Resmikan Laboratorium Peradilan Pidana Universitas Yarsi

Baca Juga: Tergiur Kerja Enak Gaji Gede, Nasib Perempuan Ini Jadi Korban Penipuan hingga Puluhan Juta Rupiah

Dua teman sekamar lain sering ngeledek, mana bestie? Bajigur...mereka yang naksir Cici, aku yang dibestie-bestiekan. Payah. Maklumlah cowok, ngeliat Cici yang supel, suka bercanda, dan manis...naksir deh!

Cici bilang, Pak Simon harus ikut barisan. Jangan menjauh. Sampai di akhir putaran ke-7, rupanya Cici belum yakin aku sudah berputar 7 kali keliling Kabah. Meski rombongan sudah berada di tepi jalur untuk bersiap-siap melanjutkan Sy'ai, Cici masih menarik baju ihramku untuk memutari Kabah lagi.

Baca Juga: Pembunuh Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus Jadi Tersangka, Sandi Andaryadi: Kami Apresiasi Polda Metro Jaya

Ia menganggap putaranku belum sempurna. Aku nurut saja digeret Cici agar terus muter Kabah. Batinku, ya sudahlah, kelebihan muterin Kabah toh lebih baik dari pada kekurangan.

Saat Sya'i, suasana pun tak kalah gaduh. Suara wirid bersahut-sahutan. Puluhan ribu orang berjalan cepat (di sebuah lorong berlantai putih yang lebih mirip tempat parkir di mall ketimbang tempat sakral) mendaki dan menurun -- bolak balik sepanjang 350 meteran.

Baca Juga: Polisi Temukan Sisa Pakai Narkoba pada Tersangka Kasus Penculikan Remaja Cantik di Bandung

Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus

Suasananya riuh. Gemuruh. Dalam kondisi tersebut, aku berpikir, gimana berdialog atau merasakan kehadiran Tuhan di tempat yang gaduh itu?

Aku nyaris tak bisa memahami -- untuk apa Sya'i? Untuk apa Thawaf? Sekadar napak tilas perjalanan Siti Hajar (Hagar) saat mencari air untuk anaknya Ismail yang kehausan? Atau sebuah cara untuk menemukan Tuhan di tempat kegaduhan? Tak tahu. Sungguh aku tak mengerti.

Di laman Facebook-ku pernah terbaca seorang ulama menceritakan perjalanan Siti Hajar yang ditinggal Nabi Ibrahim di padang pasir. Aku bertanya, kok teganya Nabi Ibrahim meninggalkan Siti Hajar dengan bayi kecil Ismail di tengah gurun?

Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat

Tak ada jawaban dari sang ulama. Jika saja sang ulama menjawab, itu adalah ujian Allah, aku mungkin bisa menerimanya dengan terpaksa. Karena aku harus percaya.Tidak percaya sama saja tidak beriman.

Baca Juga: Tayang 6 Hari, Film Guardians of the Galaxy Vol 3 Sudah Raup Rp 1,6 Triliun

Merinding bulu kudukku dikatakan sebagai orang tidak beriman. Neraka ancamannya. Gegara dicap orang tak beriman atau kafir, istriku bisa kabur dari rumah. Padahal mencari istri cantik, setia, muda, dan saleha -- tidak gampang di era sosmed.

Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan

Sedikit tak puas pada suaminya, wanita zaman now langsung curhat di Tiktiok. Dan viral. Suami pun jadi malu. Seperti Aribowo yang rahasia meditnya ditiktokkan istrinya, Inge.

Aku bukan Hamid Basyaib, penulis cerdas, yang menertawakan ritual haji dan umrah. Aku juga bukan seorang Marxism yang menganggap agama adalah candu yang meninabobokan manusia dari realitas kehidupan. I am is me.

Faktanya aku mengikuti perjalanan umrah yang gaduh di Mekah. Terus terang, aku sulit mencari inspirasi dan kedalaman spiritual di suasana yang gaduh seperti saat Thawaf dan Sya'i. Mungkin imanku terlalu dangkal.

Baca Juga: Syafrin Liputo: DKI Jakarta Bebas Kendaraan Bermotor Malam Natal dan Tahun Baru di Jalan Sudirman-MH Thamrin

Baca Juga: Gelandang Real Madrid Ini Ketar Ketir Jelang Lawan Man City di Semi Final Liga Champions

Teman satu grupku, pedagang kain dari Bukit Tinggi, mengaku hatinya lebih damai dan tenang setelah melaksanakan Thawaf dan Sya'i. Aku ternyata belum damai. Malah mimpi ketemu mantan yang pamer aurat. Padahal aku tidur di Tanah Suci. Kacau! Dangkalnya imanku.

Nabi Muhammad saat menerima wahyu di Gua Hira, dalam suasana sepi dan hening. Dalam suasana sepi itulah, suara Tuhan terdengar.

Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru

Malaikat Jibril datang, menyampaikan wahyu pertama dalam suasana hening dan sepi. Bukan suasana ramai seperti di pertunjukan teater atau musik.

Tak mungkinlah malaikat Jibril datang membawa wahyu kepada seseorang jika ia sedang nonton drakor. Keheningan adalah suasana raison d'etre untuk setiap hati manusia menerima kehadiran Tuhan.

Baca Juga: Pep Guardiola Tegaskan Tak Ada Niat Balas Dendam Kala Real Madrid vs Man City di Semi Final Liga Champions

Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari

Lalu, untuk apa Thawaf dan Sya'i bila dibarengi dengan kegaduhan? Itulah bisikan batinku yang kotor. Aku sedih, jauh-jauh ke Mekah, ternyata hatiku belum siap menerima prosesi ritual Thawaf dan Umrah yang ramai dan gaduh itu.

Dalam kedangkalan iman, aku hanya bisa berdoa. Tuhan, maafkan hamba, bila dalam Thawaf dan Sya'i di depan Rumah-MU, aku tak bisa merasakan keheningan dan limpahan rahmat spiritual yang memuaskan dahaga imanku.

Kegaduhan zikir dan keramaian manusia dengan segala tingkah polahnya di sekitar Ka'bah saat Thawaf serta kegaduhan manusia saat Sya'i di lorong putih, sungguh membuat hatiku makin tidak mengerti -- kenapa Engkau menyuruh umat Islam untuk melakukan dua ritual yang menyusahkan itu?

Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD

Baca Juga: Tiga Kunci Jaminan Kualitas Akan Meningkatkan Penggunaan Produk Dalam Negeri

Tuhan, apakah ketidakmengertianku terhadap prosesi ritual Thawaf dan Sya'i adalah pertanda kedangkalan imanku? Bila demikian, aku mohon ampun, dan berilah aku petunjuk agar aku mampu merasakan kehadiranMU.

Tuhan, di Madinah aku menangis merasakan kehadiran Rasulullah. Tapi kenapa di Mekah hatiku kosong? Tuhan, jangan tinggalkan aku. Berilah petunjuk, apa yang harus aku lakukan agar aku merasakan kehadiranMU di Kabah sebagaimana aku merasakan kehadiran Rasullullah Muhammad di Raudhah.

Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM  Yogyakarta

(Oleh: Syaefudin Simon, kolumnis) ***

Berita Terkait