Di Hari Raya Nowruz, Haida Mendengar Sejarah
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Rabu, 22 Maret 2023 13:43 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA.COM - Puisi esai ini dibacakan dalam hari Raya Baha’i Nowruz di komunitas Bahai bersama Forum Esoterika, Selasa 21 Maret 2023.
Baca Juga: New Year Gaza 24 B
-000-
Tujuh belas tahun sudah usia Haida. Ia sudah melihat puluhan bulan purnama.
Malam hari, setelah perayaan Now’ruz, hari raya agama Bahai, Ayah bercerita.
Mereka hanya berdua saja.
Duduk di beranda,
Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda
ditemani angin dan sepi yang syahdu.
“Haida itu juga nama nenekmu.
Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma
Ia lahir dan hidup dewasa di Iran.
Ayah ingin kau sekuat nenekmu.
Ketika kau lahir di Jakarta,
Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan
sudah Ayah niatkan memberimu nama seperti nama nenekmu.”
Ayah menunjukkan potret di dompetnya, potret yang sudah menguning.
Apapun dompet Ayah,
foto nenek selalu di sana,
Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota
sejak Ayah masih remaja.
“Ceritakan soal nenek, Ayah, pinta Haida.
Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju
Ceritakan, mengapa Ayah sangat mengaguminya.”
Ayahpun berkisah.
Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima
“Itu tahun 50-an, di Iran, anakku.
Nenekmu masih remaja.
Ia disiksa hanya karena keyakinannya.”
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah
“Petinggi agama resmi yang sangat keras di sana, mengancam nenek.”
“Kau boleh pilih.
Hidupmu akan terus disiksa.
Atau tinggalkan keyakinanmu.
Kembali ke agama yang benar.”
Nenekmu melihat sendiri.
Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus
Lebih dari 1000 rumah penganut Bahai dibakar.
Puluhan kaum Bahai dibunuh dengan tuduhan murtad.
Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat
Rumah ibadah Bahai dihancurkan.
Penguasa politik bersatu dengan penguasa agama.
Bersama mereka menumpas keyakinan Bahai hingga ke akar. (1)
Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan
Haida terdiam.
Ia tak mengira perkara beda keyakinan berujung pembunuhan.
Ayah terus bercerita.
Pendiri pertama agama Bahai tak hanya dipenjara.
Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru
Ia pun dibunuh di depan regu tembak.
Tak hanya satu atau dua peluru menembus kepalanya.
Itu hanya karena keyakinannya.
Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari
Pendiri kedua agama Bahai juga disiksa.
Dipenjara di tempat gelap.
Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD
Kaki hingga lehernya dirantai.
Ia diusir dari negara asal,
Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM Yogyakarta
harus berpindah- pindah dari satu negara ke negara lain.
Itu hanya karena keyakinannya.
Baca Juga: Buruh Rokok di Kudus Deklrasi Dukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
Di era itu, di abad 19,
lebih dari 20 ribu penganut Bahai dibantai hingga mati.
Baca Juga: Pesantren Lirboyo Kediri Dukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar
Nenekmu tahu itu semua.
Nenekmu pun terancam mati.
Itu hanya karena keyakinannya.
Tapi nenekmu adalah besi baja.
Ia tak patah.
Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Hak Asasi Manusia dan Pembaruan Islam Terus Berkembang
Walau remaja, ia berkata:
“Aku tak bisa menukar keyakinanku.
Biarlah Tuhan yang nanti mengadiliku.
Dan kau bukan Tuhan.”
Baca Juga: Kampanye di Pelabuhan Perikanan, Nelayan Minta Gibran Bikin Aturan yang Memudahkan Penjualan Ikan
Nenekmu disiksa,
dipenjara.
Tapi nenekmu tetap bertahan dengan keyakinannya.
Baca Juga: Ahmad Syahroni Nasdem: Anies Baswedan Harapan Perubahan untuk Indonesia Timur
Haida kembali bertanya:
“Mengapa nenek begitu kokoh dengan keyakinannya, Ayah?
Bukankah resikonya bisa membuat nenek mati dibunuh?”
Ayahpun memeluk Haida.
Ujar Ayah: “Itulah hebatnya keyakinan anakku.
Itulah Iman.”
Baca Juga: BMKG: Selasa Ini, Cuaca Jakarta Diperkirakan Cerah dan Berawan
“Semua pendiri agama baru, menjadi musuh penguasa agama sebelumnya.
Itu hukum besi sejarah.”
“Tapi sejarah menunjukkan.
Semua keyakinan yang kuat,
terus bertahan dan menyebar.”
“Keyakinan itu lebih kuat dari ancamam bom atom.”
Haida melihat foto neneknya,
Foto yang sudah menguning.
Cahaya keluar dari foto itu.
Cahaya berubah menjadi kembang api.
Berwarna- warni di langit.
Baca Juga: Hasil Practice MotoGP Valencia 2023, Jorge Martin Menjadi yang Pertama
Ikut menyambut hari raya Nowruz, hari raya penganut agama Bahai.
Suara nenek seolah terdengar membisik di telinganya:
Baca Juga: Truk Bantuan Bahan Bakar Mulai Masuki Jalur Gaza
“Cucuku,
Baca Juga: Dewan Kota Barcelona Tangguhkan Hubungan Diplomatik dengan Israel
Tetaplah berlari, walau tak terlihat jalan.
Tetaplah mendaki, walau banyak jurang.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 11 Pegadaian Liga 2, PSIM Yogyakarta Melawan Malut United Berakhir Tanpa Pemenang
Tetaplah percaya, walau dunia menyangkal.
Baca Juga: Hasil Perempat Final Piala Dunia U17, Kalahkan Uzbekistan Prancis Tatap Semifinal
Tetaplah teguh, walau paku menghujam hatimu.
Itulah iman.
Itulah kesadaran terdalam.
Itulah harta hidup tertinggi.” ***
Baca Juga: Hasil Sprint Race MotoGP Valencia 2023, Jorge Martin Ungguli Francesco Bagnaia
Maret 2023
1. Kisah persekusi agama Bahai di Iran dapat dibaca dalam laporan Amnesty International tahun 2016.
Amnesty International (October 1996). "Dhabihullah Mahrami: Prisoner of Conscience". AI INDEX: MDE 13/34/96. Retrieved 2017-05-25.