Ayahku Menggali Kuburan Massal, Konflik di Sampit 2001 Suku Dayak Versus Madura
- Penulis : Dimas Anugerah Wicaksono
- Kamis, 28 Juli 2022 06:32 WIB
Oleh Denny JA
ORBITINDONESIA – Selaku pendiri ORBITINDONESIA, Denny JA prihatin terhadap konflik bernuansa suku, agama, ras, dan antargolongan di Indonesia.
Baca Juga: Liga Inggris: Sheffield United Jadi Tim Pertama yang Terdegradasi
Menurut Denny JA, konflik seperti itu sungguh merusak manusia sekaligus nilai-nilai kemanusiaannya.
Atas keprihatinannya itu, Denny JA menulis puisi dan berbagai esai tentang isu dan konflik yang bermuatan primordial sekaligus untuk menggugah kesadaran manusia akan arti pentingnya bersatu dalam keberagaman:
Baca Juga: Kenali Risiko Terlalu Banyak Konsumsi Makanan Gorengan, Bisa Jadi Penyebab Diabetes Tipe 2
Baca Juga: Liga 1: Persib Bandung Pastikan Masuk ke Championship Series
Berikut ini salah satu puisi esai mini karya dari Denny JA:
“Ayahku Menggali Kuburan Massal”
Rasa kosong itu, kembali datang.
Di mana-mana.
Bergelantungan di ranting pohon-pohon, melayang di udara Kota Sampit.
Ia alami ini,
Baca Juga: Presiden Jokowi Menikmati Libur Idulfitri Bersama Cucunya di Objek Wisata Satwa Deli Serdang
bertahun sudah.
Rasa bersalah menjadi raja.
Berkuasa di hati.
Rasa sesal terus bermukim,
di tulang sumsum.
mengganggu,
sepanjang hari, sepanjang bulan.
Betahun sudah.
Baca Juga: New Year Gaza 24 B
Pukul tiga dini hari.
Nanjan duduk di sana, sejak tadi malam.
Baca Juga: DKI Jakarta Temukan Ratusan Penerima Kartu Jakarta Mahasiswa Unggul tidak Sesuai Data
Di beranda rumah.
Menghadap ke langit luas.
Baca Juga: Horoskop Kesehatan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Saatnya Anda Istirahat
Baca Juga: Hasil Rapat Rekapitulasi, KPU RI Sahkan Prabowo-Gibran Unggul di Kalimantan Barat
“Ya Tuhan,
mengapa aku tak kunjung mati?
Aku takut bunuh diri.
Baca Juga: KBRI Tokyo Kawal Penanganan 20 Warga Indonesia Anak Buah Kapal Jepang Fukuei-Maru yang Kandas di Izu
Cepat ambil nyawaku.
“Apalagi yang harus kubuat?
Baca Juga: Liga 1: Petik Hasil Seri Melawan Bhayangkara FC, Arema FC Merangkak Naik Satu Peringkat
Aku ingin mati.”
Nanjan kirimkan doa itu ke langit.
Baca Juga: Lewat Sebuah Diskusi Berdua: Inilah Alasan Denny JA Memilih Berdiri di Samping Presiden Jokowi
Ia berharap malaikat mendengarnya.
Membawa harapan kematiannya kepada penguasa hidup, penguasa alam semesta.
Nanjan, usia 55 tahun.
Kuyu dan kusut.
Jarang bicara.
Baca Juga: Liga 1: Kalahkan Tuan Rumah Persikabo 1973, Borneo FC Kian Kukuh di Puncak Klasemen
Badannya lemah.
Baca Juga: Horoskop Kesehatan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Saatnya Anda Istirahat
Duduk di kursi roda,
Baca Juga: Real Madrid dan Mbappe Sedang Berunding Kontrak
sejak lima tahun lalu.
Menarik diri dari keluarga,
Menjauh dari teman-teman,
Baca Juga: Liga Inggris: Manchester United Dekati Empat Besar Usai Menang Melawan Luton Town
bertahun sudah.
Konflik suku Dayak dan Madura di Sampit, 2001,
menjadi awal perkara.
Sesuatu yang sangat horor,
Baca Juga: Addin Jauharudin Terpilih Sebagai Ketua Umum PP GP Ansor dalam Kongres XVI yang Berjalan Damai
yang wow, mencekam,
dari peristiwa itu, terus menjadi beban,
menetap, tak mau pergi.
Baca Juga: Haruskah Lembaga Survei Memberi Tahu Siapa yang Mendanai Surveinya? Inilah Pendapat Denny JA
“Ayah, sudah jam 3.00 subuh.
Masuk lagi ke kamar.
Baca Juga: MotoGP: Ducati Berusaha Perpanjang Kontrak Francesco Bagnaia
Tidur Ayah.”
Baca Juga: RANS Nusantara FC akan Bertanding Melawan PSS Sleman, Inilah Harga Tiketnya
Tanpa perlu persetujuan Ayah,
Baca Juga: Liga Inggris: Sikat Habis Chelsea 4-1, Liverpool Semakin Mantap di Puncak Klasemen Sementara
Jenta mendorong kursi roda, masuk ke kamar.
Dipapahnya Nanjan ke ranjang.
Dimatikannya lampu,
Baca Juga: Ini Tema Utama Debat Capres Kelima atau Terakhir yang akan Dibahas Anies, Prabowo, dan Ganjar
agar Ayahnya tidur.
Jenta kerjakan hal yang sama, untuk Ayahnya,
Baca Juga: Jadwal Debat Capres dan Cawapres Terakhir, Tema, Tempat, dan Jam Tayang
berulang-ulang,
hampir setiap hari.
bertahun sudah.
Baca Juga: Program BBM Satu Harga Digenjot Percepatannya di 2024 oleh BPH Migas
Ia anak putri satu-satunya.
Sangat menyayangi Ayahnya.
Baca Juga: Piala Asia 2023: Malam Ini Siaran Langsung Indonesia Vs Australia di RCTI Pukul 18.30 WIB
Sampit, 2001.
Nanjan gagah perkasa.
Baca Juga: Dubes RI untuk Malaysia Hermono Merespons Video yang Tuduh Intervensi Intelijen dalam Pemilu 2024
Tapi hatinya luka.
Adiknya dibunuh orang Madura.
Baca Juga: Tok! Hakim Tolak Praperadilan Eks Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming
Baca Juga: Duh, Wartawan Ini Kecopetan saat Meliput Debat Capres Cawapres di JCC
Itu era Sampit menjadi gila.
Permusuhan dengan Madura memenuhi udara.
Baca Juga: Pengamat Komunikasi Anang Sujoko: Debat Keempat Pilpres akan Tampilkan Kelebihan Cawapres
Suku Dayak berkumpul,
dari banyak pedalaman, datang ke Sampit.
Baca Juga: In Memoriam Abdul Hadi WM: Penulis Besar Selalu Hidup Melalui Karyanya
Mereka dari utara,
dari selatan,
dari barat dan timur,
Baca Juga: Simak Jadwal Laga Kamis: Piala Asia 2023, Piala Afrika 2024, dan Kiprah Indonesia di India Open
melewati sungai,
menyebarangi rawa,
mendaki bukit.
Baca Juga: Tidak Terima Jadi Tersangka, Siskaeee Mohon Praperadilan, Begini Reaksi Polda Metro Jaya
Ujar pemimpin Dayak yang dituakan:
“Panglima burung sudah datang.
Para leluhur dari ratusan tahun lalu sudah hadir.
Hiruplah udara.
Rasakanlah air.
Baca Juga: Makna Tersembunyi Tahun Naga di Hari Raya Imlek 2024, Ternyata Bagus Banget
Isyarat itu sudah bicara.
Baca Juga: Bila Menghadapi Mafia Tanah, Adukan Saja ke Sini
“Saatnya balas dendam.
Baca Juga: Jadwal Terkini Hari Raya Imlek 2024, Libur dan Cuti Bersama
Tradisi kita dilecehkan.
Perang segera kita mulai.
Perjuangan kita menangkan.”
“Kita bersihkan Sampit,
dari sampah,
Baca Juga: Liga Inggris: West Ham Hanya Mampu Bermain Imbang 0-0 lawan Brighton di Pekan ke-20
dari suku Madura.”
Ratusan suku Dayak histeris,
Baca Juga: Timnas Indonesia Harus Telan Pil Pahit, Kalah Telak 0-4 Lawan Libya
mandau diacung-acungkan ke langit:
“Usir. Bunuh. Pancung!
Kita basmi.
Baca Juga: Rumah Grealish Dibobol Maling Ketika Laga Manchester City vs Everton
Kita habiskan.”
Panglima Burung adalah Pangkalima.
Baca Juga: Moeldoko Adukan Majalah Tempo ke Dewan Pers
Ia pemimpin spiritual Dayak sejak ratusan tahun lalu.
Wujudnya tak telihat.
Semakin tak nampak, semakin melegenda.
Baca Juga: Timnas Indonesia Santap Menu Latihan Penguatan Fisik di TC Turki
Baca Juga: Inilah Jadwal Pertandingan PSS Sleman Periode Juli Sampai Agustus 2022
Dialah bapak pelindung.
Dialah pemersatu.
Baca Juga: Sortir dan Lipat Surat Suara di Jakarta Barat Dimulai 2 Januari 2024
Warga Dayak meyakini Panglima Burung.
Ia sosok gaib.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Berjanji Hapus Syarat Batas Usia Daftar Kuliah dan Bekerja
Bermukim di pedalaman Kalimantan.
Sejak ratusan tahun lalu,
Panglima Burung mengawasi Suku Dayak,
menjaga, merawat,
memantau dari jauh.
Baca Juga: Ditemani Erick Thohir, Prabowo Subianto Makan Siang Bersama Pelaku Usaha Muda
Panglima Burung turun ke bumi, sewaktu-waktu.
Ia hadir seutuhnya.
Baca Juga: Yasonna H Laoly Dampingi Megawati Soekarnoputri Selama Jadi Juri Jayed Award 2023 di Roma
Atau ia hadir lewat jiwa orang lain.
Baca Juga: MUI Hentikan Kerja Sama dengan ACT, Ini Alasannya
Mata air karakter Dayak sejati,
Baca Juga: Jadi Juri Zayed Award 2024, Megawati Diwawancarai Radio Vatikan
itulah Panglima Burung.
Ia cinta damai, pengalah, penolong, pemalu, sederhana.
Tapi, oh tapi.
Panglima burung bisa berubah tegas, dan gagah berani, kapanpun dibutuhkan, jika suku Dayak terancam, teraniaya, dilecehkan.
Baca Juga: BMKG: Hujan Lebat Berpotensi Turun di Beberapa Kota
Di mata lawan, Panglima Burung bisa sangat kejam. Sadis! Tanpa ampun.
Ritual khusus sudah dilakukan.
Panglima Burung sudah dipanggil.
Baca Juga: Peringati Hari Bela Negara, Ibnu Chuldun: Bersatu dan Berkontribusi untuk Indonesia Maju
Nanjan bergelora.
Mandau sudah diasahnya, berkali-kali. Tajam sekali.
Baca Juga: Permohonan Layanan Melonjak, Sandi Andaryadi: Imigrasi DKI Jakarta Harus Bekerja Prima
Baca Juga: Ada Info Lowongan Kerja Buat Lulusan SMK/Sederajat yang Paham Desain Grafis
Ia isap udara itu.
Nanjan rasakan Panglima Burung berbicara padanya.
Baca Juga: Denny JA: Puisi Esai Waktunya Masuk Kampus dan Sekolah
Ia pun bergerak.
Tanggal 20 Febuari 2001,
ribuan suku Dayak menyerbu.
Nanjan teriak kencang sekali:
“Habisiiiiiiiiiiiiiiiiiiii !”
“Basmiiiiiiiii!”
Nanjan tak lagi ingat.
Baca Juga: Warga Negara Asing Asal Korea Selatan Jadi Tersangka Pembunuhan Petugas Imigrasi Tri Fattah Firdaus
Berapa kepala yang ia pancung.
Nanjan rasakan itu, alam yang berbeda.
Baca Juga: Di Gedung Long See Tong Kota Padang, Mahfud MD Janji Perjuangkan Hak Adat
Kekuatan magis merasuk.
Ia hayati leluhur yang hadir membimbing.
Panglima Burung menjadi komandan.
Baca Juga: Muhaimin Iskandar Janjikan Tunjangan Ibu Hamil, Guru Mengaji, dan Bebaskan Pajak Bumi Bangunan
Baca Juga: Ada Kebakaran di Plaza Senayan Jakarta
Beberapa hari kemudian, situasi berubah.
Hening.
Sunyi.
Diam.
Nanjan normal kembali.
Baca Juga: Taman Mini Indonesia Indah Gelar Konser Musik untuk Natal dan Tahun Baru
Ia melihat diri sedang mengemudi truk.
Di belakang, di dalam bak truk,
Baca Juga: Dinas Kesehatan: Pengidap COVID 19 di Jakarta Mencapai 200 Kasus per Hari
puluhan mayat bertumpuk.
Nanjan terpana.
Beberapa mayat itu tanpa kepala. (1)
Baca Juga: Relawan Santri Muda Garut Dukung Ganjar Pranowo-Mahfud MD
Ia melihat dirinya menggali kubur.
Puluhan mayat digabung menjadi satu.
Baca Juga: Ganjar Pranowo Ikut Kirab Budaya Nitilaku UGM Yogyakarta
Ia teringat peristiwa.
Nanjan membunuh sepupunya sendiri, sesama Dayak.
Baca Juga: Buruh Rokok di Kudus Deklrasi Dukung Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka
Sepupu itu mencoba menghalangi, sambil berteriak:
“Jangan memancung, Nanjan.
Ingat buyut kita: Damang Batu.”
Baca Juga: Pesantren Lirboyo Kediri Dukung Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar
Baca Juga: Polisi Ikut Percepat Penyerahan Santunan Kepada Keluarga Korban Kecelakaan Odong Odong
Saat itu, Nanjan tak peduli.
Menerjang apapun yang menghalangi.
“Jangan Nanjan, Jangan.
Ingat Damang Batu,“ sepupunya menahan.
Baca Juga: Diskusi SATUPENA, Satrio Arismunandar: Hak Asasi Manusia dan Pembaruan Islam Terus Berkembang
Tapi Nanjan terus menyerbu.
Matanya merah.
Baca Juga: Kualitas Udara di Jakarta tidak Sehat Kamis Pagi Ini
Ini roh menggerakkannya.
Minggu berganti minggu.
Bulan berganti bulan.
Suasana berbeda.
Baca Juga: Inilah Wajah Sopir Taksi Diduga Pelaku Pencabulan Bocah Perempuan yang Sekarang Dicari Polisi
Baca Juga: Kampanye di Pelabuhan Perikanan, Nelayan Minta Gibran Bikin Aturan yang Memudahkan Penjualan Ikan
Nanjan terpana.
Istri dan anak dari sepupu yang ia bunuh, menderita.
Sangat.
Baca Juga: Ahmad Syahroni Nasdem: Anies Baswedan Harapan Perubahan untuk Indonesia Timur
Ia melihat puluhan ribu Madura mengungsi.
Menderita.
Sangat.
Ia teringat ucapan sepupunya:
“Damang Batu.
Leluhur kita Damang Batu.”
Baca Juga: BMKG: Selasa Ini, Cuaca Jakarta Diperkirakan Cerah dan Berawan
Rasa salah menyelinap perlahan.
Makin lama, rasa itu menggulung,
menenggelamkannya.
Baca Juga: Ini 4 Manfaat Mengkonsumsi Buah Apel secara Rutin, Salah Satunya Cegah Diabetes
Terasa ada yang memanggilnya.
“Nanjan, mengapa kau mengayau?
Mengapa kau memancung kepala?”
Kembali Nanjan dihantui,
oleh bayangan derita orang banyak,
keluarga yang dibunuhnya.
Bayangan derita dilihatnya,
di seluruh langit.
Baca Juga: Hasil Practice MotoGP Valencia 2023, Jorge Martin Menjadi yang Pertama
Datang lagi panggilan itu.
Baca Juga: 5 Laptop Termahal yang Pernah Diciptakan Manusia, Ada yang Harga 7 Miliar
“Nanjan, datanglah ke Tumbang Anoi.
Baca Juga: Truk Bantuan Bahan Bakar Mulai Masuki Jalur Gaza
Kunjungi Tumbang Anoi.
Ziarah ke Tumbang Anoi.
Baca Juga: Dewan Kota Barcelona Tangguhkan Hubungan Diplomatik dengan Israel
Nanjan terdiam.
“Inikah suaramu, wahai leluhurku? Wahai Damang Batu?” Nanjan bertanya kepada langit.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 11 Pegadaian Liga 2, PSIM Yogyakarta Melawan Malut United Berakhir Tanpa Pemenang
Nanjan pergi ke Tumbang Anoi.
Sendiri saja.
Ia bawa truk itu.
Baca Juga: Hasil Perempat Final Piala Dunia U17, Kalahkan Uzbekistan Prancis Tatap Semifinal
Truk yang tempo hari mengangkut mayat.
5 jam perjalan darat dari Sampit.
Ziarah ke leluhurnya: Damang Batu.
Baca Juga: Horoskop Percintaan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Ada Komplikasi di Dalam Hubungan Anda
Tumbang Anoi, Oh Tumbang Anoi.
Baca Juga: Hasil Sprint Race MotoGP Valencia 2023, Jorge Martin Ungguli Francesco Bagnaia
Di tempat itu, di tahun 1894, 132 suku Dayak, 1000 orang Dayak, dari seluruh Kalimantan, Malaysia, dan Brunei, berkumpul, selama 3 bulan. (2)
Awalnya perang kayau.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, PSS Sleman Sukses Raih Tiga Angka atas Barito Putera
Suku Dayak saling perang.
Saling potong kepala.
Saling memenggal.
Baca Juga: Pekan ke 20 BRI Liga 1: Ciro Alves Hattrick, Persib Bandung Pesta Gol ke Gawang Dewa United
Solusi dicari.
Hukum adat yang baru perlu disepakati.
Suku Dayak dari segala penjuru harus hadir.
Dimulailah persiapan.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 13 Liga Italia, Juventus Melawan Inter Milan Berakhir Tanpa Pemenang
Rapat akbar terbesar suku Dayak.
Tiga tahun kerja awal.
Baca Juga: Horoskop Percintaan Zodiak Leo 27 Juli 2022: Ada Komplikasi di Dalam Hubungan Anda
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, Persik Kediri Libas 10 Pemain Arema FC
Maka tampilah Damang Batu.
Usia 73 tahun.
Ia berkata:
Baca Juga: MotoGP 2023: Fabio Di Giannantonio Resmi Gantikan Luca Marini di VR46 Racing Team
“Untuk persatuan Suku Dayak.
Untuk kejayaan Suku Dayak.
Biarlah aku bekerja.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, Gol Telat Ragil Selamatkan Muka Bhayangkara FC
Biarlah aku menjadi tuan rumah.”
Suara menggelegar di langit.
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1, Asisst Stefano Lilipaly Bawa Borneo FC Kalahkan Persis Solo
Arwah dan roh leluhur,
dari ratusan tahun lalu, hadir, menyaksikan rencana agung, rapat akbar suku Dayak.
Baca Juga: Hasil Semifinal Piala Dunia U17 2023, Argentina Kalah Tos Tosan, Jerman Melaju ke Final
Damang Batu memimpin penduduk Tumbang Anoi,
membuka ladang,
di beberapa bukit,
Baca Juga: Berikut Daftar Tim dan Pebalap pada MotoGP 2024
sediakan 60 ekor kerbau.
Cari 100 ekor sapi.
Kumpulkan ratusan babi dan ayam.
Baca Juga: Hasil Semifinal Piala Dunia U17 2023, Dua Gol Cantik Antarkan Prancis Tatap Final
Dirikan puluhan rumah baru.
Ujar Damang Batu:
“Ayo handai taulan,
ki sanak, saudaraku, bergerak.”
Baca Juga: Bila Menghadapi Mafia Tanah, Adukan Saja ke Sini
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Kalahkan Ekuador Brasi Melaju ke Perempat Final
“1000 tamu Dayak,
selama tiga bulan,
harus kita kenyangkan.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Pulangkan Jepang Spanyol Tatap Perempat Final
Mereka harus kita senangkan.”
Langit kembali menggelegar.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Dramatis Jerman Kalahkan Amerika Serikat
Roh leluhur dari ratusan tahun lalu, hadir.
Menyetujui.
Banyak utusan hadir.
Semua tokoh.
Hanya tokoh saja.
Baca Juga: Menambah Kedalaman Skuad dan Berbagi Pengalaman, Alasan Marcelo Rospide Datangkan Irfan Bachdim
Kepala suku.
Atau kepala adat.
Peserta harus kuasai adat Dayak wilayahnya.
Baca Juga: Qatar akan Umumkan Gencatan Senjata Antara Hamas dan Israel
Jumpa akbar digelar.
Dimulai 1 Januari 1894.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17, Dramatis Maroko Kalahkan Iran Lewat Titik Putih
Berakhir 30 Maret 1894.
Tiga bulan lamanya.
Baca Juga: Gegara Inflasi Pendapatan Iklan Google Kini Tidak Sesuai Harapan
Datanglah itu perjanjian.
Kesepakatan dibuat.
Para leluhur, arwah dan roh suku Dayak dari abad-abad lampaui, hadir di pohon- pohon, hadir di batu dan udara, menyaksikan kesepakatan, memberi persetujuan.
Baca Juga: Hasil 16 Besar Piala Dunia U17 2023, Argentina Sukses Gulung Venezuela
Ini salah satu kesepakatan.
“Semua, wahai semua.
Baca Juga: Laga Kualifikasi Piala Eropa 2024: Belanda Sukses Gebuk Gibraltar
Di manapun kau berada, wahai suku Dayak.
Mulai hari ini,
dalam perjanjian di Tumbang Anoi,
Baca Juga: Hasil Sidang Komdis PSSI, Akibat Ulah Suporter Bali United dan Persib Bandung Kompak Didenda
HENTIKAN SALING MENGAYAU!
Baca Juga: Hasil Piala Dunia U17 2023: Secara Mengejutkan Uzbekistan Singkirkan Inggris di Babak 16 Besar
Semua yang hadir berteriak, koor bersama:
“Hentikan saling mengayau.”
HENTIKAN SALING POTONG KEPALA!
Yang hadir kembali koor bersama, kencang sekali:
Baca Juga: Penampilan Menurun, Timnas Thailand Pecat Mano Polking Akankah Park Hang seo Menggantikannya
Hentikan saling potong kepala.
HENTIKAN SALING MEMBUNUH!
Baca Juga: Hasil Drawing Piala Asia U23 2024, Indonesia Masuk Grup Neraka Bersama Australia dan Qatar
Koor bertalu-talu dari yang hadir:
Baca Juga: Autopsi Ulang Brigadir J, PDFI Minta Masyarakat Jangan Berspekulasi
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1: Bali United Sukses Libas Madura United di Hadapan Kcong Mania
Hentikan saling membunuh!”
Damang Batu,
Baca Juga: Hasil Pekan ke 20 BRI Liga 1:Lumat Persikabo 1973, PSM Makassar Sukses Amankan 10 Besar
Sang tuan rumah acara,
dihormati, lalu dikeramatkan.
Turun temurun.
Nanjan adalah anak dari cucu buyut Damang Batu.
Baca Juga: Hasil FP1 MotoGP Valencia 2023: Johan Zarco Menjadi yang Tercepat Ungguli Jorge Martin
Di makam itu, makam Damang Batu, Nanjan bersimpuh.
Kekuatan magis lain merasukinya.
Telinganya menjadi sangat besar.
Suara dari aneka penjuru bergema, sahut-menyahut, di telinganya:
Baca Juga: Autopsi Ulang Brigadir J Dimulai Hari Ini, Polri Jamin Tim Forensik Tidak Diintervensi
“Nanjan, mengapa kau mengayau?
Mengapa kau memenggal kepala?
Mengapa kau juga bunuh sepupumu sendiri?
Mengapa kau khianati kesepakatan yang kami buat?
Mengapa kau khianati Aku?”
Nanjan terdiam.
Baca Juga: Contoh Soal dan Kunci Jawaban Mapel Pendidikan Pancasila untuk Siswa Kelas 1 SD
Ia mencari sumber suara.
Ia bertanya:
“Damang Batu,
engkaukah itu?”
Rasa salah turun dari langit.
Baca Juga: BMKG: Senin Malam Ini, Sebagian Wilayah DKI Jakarta Hujan
Rasa sesal jatuh dari pohon.
Rasa itu beranak-pianak,
banyak sekali, dalam waktu cepat, dan semua menyelinap, berdiam di hati Nanjan.
Baca Juga: Ada Balita Hilang dalam Kecelakaan Kereta Api KA Probowangi versus Minibus Elf di Lumajang
Nanjan pun menangis.
Keras sekali.
Baca Juga: Banyuwangi Gelar Festival Kebangsaan, Satukan Keberagaman Etnis
Badannya terguncang-guncang.
Baca Juga: Horoskop Percintaan Zodiak Taurus 27 Juli 2022: Ada Cinta yang Datang dari Sahabatmu Sendiri
Itulah awal perkara.
15 tahun kemudian.
Kata psikolog, Nanjan menderita sakit mental:
Guilty Complex. (3)
Jenta, putri Nanjan, membangunkannya.
“Ayah, makan dulu.
Jangan lupa obatnya.“
Jenta menatap lelaki tua itu.
Baca Juga: Pak Bas Dan Mas Dhito Bukan Klub yang Suka Instan-Instan
Lelah. Tak lagi semangat.
Dipeluknya sang Ayah.
Dibisikannya di telinga.
“Ayah, maafkan dirimu.
Lupakan masa lalu.”
Dari jauh, Jenta kembali menatap lelaki tua itu.
Kosong. Hambar.
Baca Juga: Penggemar James Bond Berusia 7 Tahun Bertemu Roger Moore
“Ayah, ayah,
Apalagi yang bisa kubuat.”
Baca Juga: Kisah Ersis Warmansyah Abbas yang Sudah Menulis 150 Buku
Tak tega hati Jenta.
Air matanya menetes.
Nanjan duduk di kursi roda.
Ia melihat ke depan.
Baca Juga: Dikabarkan akan Melatih Thailand, Park Hang seo Siap Dibenci Para Suporter Vietnam
Namun kembali dilihatnya.
Rasa salah itu bergelantungan di plafon kamar.
Rasa sesal itu menempel di lampu bohlam, di jendela, di ubin.***
Juli 2022.
Baca Juga: Viral Penumpang Pesawat Citilink Merokok Ketika Penerbangan Berlangsung, Netizen Langsung Menghujat
CATATAN
1. Kisah supir truk membawa tumpukan mayat dan gali kubur massal akibat konflik suku dayak dan madura terjadi juga di daerah lain.
https://independensi.com/2021/01/15/kisah-tukang-gali-kubur-kerusuhan-dayak-madura-1997/
Baca Juga: Hasil Sprint Race MotoGP Qatar 2023, Jorge Martin Menjadi yang Tercepat, Posisi Bagnaia Terancam
2. Damang Batu menjadi tuan rumah pertemuan akbar suku Dayak tahun 1894, yang menghentikan mengayau, saling potong kepala.
https://www.nusapedia.com/2015/07/perjanjian-tumbang-anoi-menelisik.html?m=1
3. Rasa bersalah yang mendalam juga menyebakkan sakit mental
Baca Juga: Percakapan Antara Kura Kura dan Ikan
https://voi.id/en/amp/194015/always-haunted-by-guilt-and-fear-of-making-mistakes-beware-of-guilt-complex
#Puisi Esai Mini ini bagian dari buku “JERITAN SETELAH KEBEBASAN” yang segera terbit (Denny JA, 2022).
Ini kumpulan kisah konflik primordial di era reformasi: Konflik agama di Maluku (1991-2002), Konflik suku dayak versus madura di Sampit (2001), Konflik Rasial di di Jakarta (Mei 1998), Konflik Ahmadiyah di Mataram (2002-2017), dan konflik pendatang Bali dan penduduk Asli di Lampung (2012).